Jumat, 22 April 2016

KOMITMEN ORGANISASI

 Komitmen Organisasi
       Selain perasaan tentang rasa puas/ketidakpuasan, pegawai mungkin juga memiliki perasaan komitmen ke organisasinya. Seperti pada kepuasan/ketidakpuasan, ada kecendurungan bahwa ikatan komitmen itu mengikat hingga di luar tempat kerja itu. Misalnya orang bisa menjadi sedemikan komtmen kepada institusi seperti gereja atau organisasi politik.
a.      Definisi Komitmen Organisasi
       Di dalam tingkatan yang paling umum, komitmen organisasi dapat diartikan sebagai tingkatan saat seorang pegawai telah berdedikasi kepada organisasinya dan kesanggupan untuk bekerja atas kepentingan organisasi tersebut, serta kecenderungan untuk tetap menjadi anggota organisasi tersebut.
Meyer dan Allen (1991) kemudian mendefinisikan lebih jauh tentang komitmen organisasi dengan menyatakan bahwa mungkin terdapat beragam basis-basis komitmen (alasan kenapa mereka berkomitmen dengan organisasinya), yaitu afektif, keberlanjutan, dan normatif.
Selain basis-basis yang berbeda, komitmen pegawai boleh jadi terfokus ke level-level yang berbeda dalam organisasi, dan bahkan dapat ditujukan ke luar organisasi. Banyak juga pegawai-pegawai dalam organisasi yang memiliki rasa komitmen pada profesi yang mereka tekuni, misal seorang ahli fisika yang bekerja dalam organisasi kesehatan akan memiliki komitmen kepada kesehatan pula.
Sekarang karena komitmen memiliki beragam basis dan focus, ini memberi kesan bahwa ada beberapa macam komitmen yang berbeda. Meyer dan Allen (1997) menyajikannya dalam bentuk matriks, yaitu sebuah cross product dari tiga basis komitmen dengan enam focus berbeda dari sebuah komitmen.

b.      Membangun Komitmen Organisasi
        Apa yang membentuk level komitmen suatu pegawai terhadap organisasinya? Karena kompleksitas dari susunan komitmen organisasi itu sendiri, ini bukan pertanyaan yang mudah dijawab. Kebanyakan peneliti mencoba menjawab pertanyaan ini dari ketiga basis komitmen tersebut, yaitu afektif, keberlanjutan, dan normatif.
Komitmen yang berbasiskan afektif biasanya terbentuk atas perasaan akan organisasi/perusahaan tempat pegawai itu bekerja memperlakukannya dengan baik dan/atau memberikan banyak dukungan kepadanya.
Komitmen yang berbasiskan keberlanjutan bahkan lebih sederhana, biasanya merupakan perluasan dari perasaan pegawai yang memandang organisasinya sekarang itu memiliki alternatif yang selalu berjalan.

c.       Pengukuran Komitmen Organisasi
      Seperti kebanyakan variabel sikap subjektif, komitmen organisasi diukur dengan skala laporan diri. Secara historis, komitmen organisasi pertama untuk memperoleh penggunaan secara luas adalah Organizational Commitment Qestionnaire (OCQ). OCQ asli terutama tercermin pada apa yang Meyer dan Allen uraikan seperti komitmen afektif dan pada tingkat yang lebih rendah, yaitu komitmen normatif. OCQ asli juga berisi satu bagian yang mengukur keinginan pindah kerja seorang karyawan.
Mathieu dan Zajac melaporkan bahwa mean reliabilitas konsistensi internal untuk berbagai bentuk OCQ itu semua adalah 0.80. Keterbatasan utama dari OCQ adalah langkah-langkahnya terutama komponen afektif dari komitmen organisasi, sehingga memberikan informasi yang sangat sedikit tentang kelanjutan dan komponen normatif. Ini adalah batasan penting karena berbagai bentuk berbeda dari komitmen berhubungan dengan hasil yang berbeda.
Baru-baru ini, Allen dan Meyer mengembangkan ukuran komitmen organisasi yang berisi tiga subskala yanng bersesuaian dengan komponen afektif, kelanjutan, dan normatif dari komitmen. Sebuah contoh dari komitmen afektif adalah: “Organisasi ini memiliki banyak makna bagi saya pribadi.” Sebuah contoh dari komitmen kelanjutan adalah: “Ini akan terlalu mahal bagi saya untuk meninggalkan organisasi saya dalam waktu dekat.” Sebuah contoh dari komitmen normatif adalah: “Saya akan merasa bersalah jika saya meninggalkan organisasi saya sekarang.”

Meyer dan Allen melaporkan bahwa median reliabilitas konsistensi internal untuk skala komitmen afektif, kelanjutan, dan normatif adalah 0.85, 0.79, dan 0.73. Adapula bukti yang menunjukkan bahwa bentuk-bentuk komitmen organisasi secara empiris dibedakan dari kontruksi terkait seperti kepuasan kerja, nilai dan komitmen kerja.

Selain OCQ dan skala Allen dan Meyer, ada juga ukuran yang telah dikembangkan oleh T. Becker. Dalam studi ini, komitmen organisasi diukur dalam istilah basis ganda dan fokus ganda. Ada sedikit bukti empiris pada variabel pendekatan ini untuk mengukur komitmen. Namun di masa depan, ukuran ini dapat berguna untuk mengukur komitmen  dengan cara ini jika hasil yang berbeda terkait dengan kombinasi yang berbeda dari komitmen basis dan fokus.

d.      Variabel yang berhubungan Komitmen Organisasi
      Seperti kepuasan kerja, para peneliti dan manajer tertarik dalam komitmen organisasi dikarenakan hubungannya dengan variabel lain, seperti variabel sikap, kehadiran, pindah kerja, dan performa kerja.

Variabel Sikap
Mathieu dan Zajac menemukan bahwa mean korelasi tepat antara komitmen organisasi afektif dan kepuasan pekerjaan adalah 0.53. korelasi sikap konsistensi lainnya dari komitmen afektif ditemukan dalam meta-anallisis termasuk keterlibatan pekerjaan (0.36), komitmen pekerjaan (0.27), komitmen gabungan (0.24) dan stres (-0.29). Bandingkan dengan komitmen afektif, lebih sedikit pekerjaan secara empiris telah diperiksa hubungannya antara korelasi sikap dari kelanjutan maupun komitmen normatif.

Kehadiran
Mathieu dn Zajac menemukan bahwa korelasi yang tepat antara komitmen afektif dan kehadiran adalah 0.12 dan korelasi dengan keterlambatan adalah -0.11. Korelasi antara kehadiran dan kepuasan kerja besarnya sama. Dari sisi kenseptual, tingkat tinggi komitmen afektif menunjukkan sebuah maksud untuk berkontribusi pada sebuah organisasi. Bandingkan dengan komitmen afektif, sedikit bukti mengenai hubungan antara kelanjutan atau komitmen normatif dan kehadiran.

Pindah Kerja Pegawai
Dengan komitmen organisasi alami, dapat dianggap lebih banyak buktinya pada hubungan di antara ketiga bentuk komitmen dan pindah kerja, dibandingkan dengan hasilnya. Seperti yang diharapkan, riset yang telah ditunjukkan secara umum mempunyai hubungan negatif diantara ketiga komitmen dan pindah kerja.

Performa Kerja
Pada umumnya, komitmen afektif telah ditunjukkan positif berhubungan dengan performa  kerja, walaupun besarnya dari hubungan ini tidak kuat. Menentukan mekanisme dibelakang hubungan ini adalah sulit karena studi ini telah menggunakan variasi luas dari ukuran kriteria performa. Satu keumuman diantara studi ini adalah bahwa hubungan antara komitmen afektif dan performa tak langsung oleh usaha pegawai.

e.         Aplikasi Praktis dari Penelitian Komitmen
        Satu cara untuk melihat aplikasi penelitian komitmen berorganisasi adalah menguji bermacam cara dari organisasi mana yang dapat menyebabkan komitmen tingkat tinggi di antara pengurusnya. Meyer dan Allen (1997) menjelaskan bahwa adanya pengaruh antara kebijakan perekrutan anggota baru dengan komitmen pengurus setelah diterima. Telah lama direkomendasikan bahwa kebijakan perekrutan membutuhkan persyaratan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Gambaran pekerjaan dapat memberikan informasi kepada calon pengurus tentang bagaimana jenis pekerjaan yang akan dia kerjakan. Bila calon pengurus merasa cocok dan mampu mengerjakan maka akan timbul suatu komitmen ketika dia menjadi pengurus. Dengan cara ini dapat ditunjukkan bahwa adanya transparansi sehingga calon pengurus akan merasa diperlakukan secara adil dan jujur. Hal itu akan menambah komitmen pengurusnya.
       Ketika pengurus masuk organisasi, masa orientasi dan pengalaman masa magang dapat meningkatkan tingkat komitmen pengurusnya.  Meyer dan Allen menegaskan bahwa pendekatan investiture dalam masa orientasi dapat meningkatkan perasaan komitmen berorganisasi daripada pendekatan divestiture. Ketika pendekatan investiture diterapkan, pengurus baru tidak diharuskan untuk meninggalkan kepribadiannya yang dulu, dengan begitu pengurus baru dapat menyadari bahwa menghormati hak-hak pengurus dalam suatu organisasi merupakan suatu hal yang penting.
        Dalam pendekatan divesture, pendatang baru diharuskan untuk meninggalkan beberapa aspek dalam masing-masing individu. Bentuk sosialisasi ini dapat membuat pengurus baru mengganggap organisasi itu “elite” dan merupakan suatu keistimewaan apabila menjadi pengurus tetap organisasi tersebut. Di sisi lain, hal ini dapat menyebabkan ketidakpercayaan orang luar terhadap organisasi ini dan dapan menyebabkan perasaan rendah diri bagi para pengurus barunya.
       Suatu organisasi harus meyakinkan bahwa pengurus barunya mendapatkan pelatihan yang sesuai kebutuhann untuk dapat mengerjakan pekerjaan mereka nantinya. Pelatihan dapat terdiri dari pelatihan formal maupun informal. Pelatihan atau Training ini dapat menambah komitmen berorganisasi karena dalam pelatihan, pengurus baru dapat mengetahui bahwa suatu organisasi bertindak suportif dan mempunyai kepentingan untuk kesuksesannya. Jika pelatihan ini memfasilitasi pengurus baru agar dapat sukses, maka dapat menyebabkan pengurus baru merasa bangga bergabung dalam organisasi tersebut. Pelatihan ini juga berkontribusi untuk menambah komitmen yang berkelanjutan.
       Pengembangan kebijakan promosi internal merupakan area lain yang digunakan suatu organisasi untuk meningkatkan komitmen pengurusnya. Namun, apabila dalam prakteknya promosi internal ini berjalan secara tidak adil dan tidak transparan maka dapat menyebabkan kemerosotan komitmen pengurusnya.
Banyak organisasi juga sering menggunakan  penelitian komitmen di dalam area kompensasi dan keuntungan. Contohnya, terdapat beberapa persyaratan untuk pengurusnya agar dapat memperoleh dana pensiun, salah satunya terdapat syarat minimal usia. Persyaratan tersebut dapat membuat pengurus untuk tetap berada di organisasi tersebut, namun tidak menjamin para pengurus tersebut bekerja lebih giat. Selain dana pensiun, terdapat cara lain yang dapat digunakan suatu organisasi dalam area kompensasi, yaitu menggunakan pembagian keuntungan atau sharing profit. Metode lain dalam kompensasi yang dapat meningkatkan komitmen berorganisasi adalah dengan menggunakan metode pembayaran berdasarkan keterampilan atau skill-based-pay.

KESIMPULAN
a.         Steve M. Jex (2002:131) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “tingkat afeksi positif seorang pekerja terhadap pekerjaan dan situasi pekerjaan.” kepuasan kerja melulu berkaitan dengan sikap pekerja atas pekerjaannya. Sikap tersebut berlangsung dalam aspek kognitif dan perilaku. Aspek kognitif kepuasan kerja adalah kepercayaan pekerja tentang pekerjaan dan situasi pekerjaan
b.        Teori Kepuasan Kerja adalah sebagai berikut :Teori Proses informasi sosial (Salancik & Pfeffer, 1977, 1978) mengusulkan dua mekanisme utama dimana karyawan mengembangkan rasa puas atau tidak. Self-Perception Theory (Bem’s, 1972), karyawan melihat perilaku mereka secara retrospektif dan membentuk sikap seperti kepuasan kerja untuk memahaminya. Social Comparison Theory (Festinger’s, 1954), karyawan mengembangkan sikap seperti kepuasan kerja melalui pengolahan informasi dari lingkungan social, yang menyatakan bahwa bahwa orang sering melihat ke orang lain untuk menafsirkan dan memahami lingkungan.
c.         Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956) sebagai berikut : (1) Faktor individual, misalnya  umur, kesehatan, watak dan harapan;
(2)  Faktor sosial, misalnya hubungan kekeluargaan dan pandangan masyarakat, (3) Faktor utama dalam pekerjaan, misalnya upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju.
d.        Dampak dari Meningkatnya Kepuasan Kerja : Produktivitas Kerja Meningkat, Menurunnya kemangkiran dan permintaan berhenti, dan kesehatan pegawai yang meningkat karena perasaan nyaman terhadap pekerjaan. ( Ashar Sunyoto M,200).
e.         Komitmen            organisasi dapat diartikan sebagai tingkatan saat seorang pegawai telah berdedikasi kepada organisasinya dan kesanggupan untuk bekerja atas kepentingan organisasi tersebut, serta kecenderungan untuk tetap menjadi anggota organisasi tersebut. (Jex, 2002). Meyer dan Allen (1991) mendefinisikan tentang komitmen organisasi dengan menyatakan bahwa mungkin terdapat beragam basis-basis komitmen (alasan kenapa mereka berkomitmen dengan organisasinya), yaitu afektif, keberlanjutan, dan normatif.
f.         Seperti kepuasan kerja, dalam komitmen organisasi ada hubungannya dengan variabel lain, seperti variabel sikap, kehadiran, pindah kerja, dan performa kerja. Komitmen organisasi yang tinggi akan berdampak positif terhadap variable-variabel tersebut.



Catatan Daftar Pustaka dibawah ini digabung dengan daftar pustaka kepuasan kerja yang ada di bawah

REFERENSI :
Barbara A. Fritzsche and Tiffany J. Parrish, “Theories and Research on Job Satisfaction” dalam Steven Douglas Brown and Robert William Lent, eds., Career Development and Counseling: Putting Theory and Research to Work (New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2005.
Baron & Byrne. Social Psychology : Understanding Human Interaction (6th edition). USA: Needham Heights Allyn & Bacon Inc. 1994

Daft L. Richard, Era Baru Manajemen, Ed. Kanita Maria Tita. Jakarta: Salemba Empat, 2011
Derek R. Allen and Morris Wilburn, Linking Customer and Employee Satisfaction to the Bottom Line: A Comprehensive Guide to Establishing the Impact of Customer and Employee Satisfaction of Critical Business Outcomes, Milwaukee : American Society for Quality, 2002
H.C. Ganguli, Job Satisfaction Scales for Effective Management: Manual for Managers and Sciensts. New Delhi: Ashok Kumar Mittal, 1994
Kuswadi. 2004. Cara Mengukur Kepuasan Kerja Karyawan. Jakarta : PT ElexMedia Komputindo
Miner, J.B. 1992. Industrial Organizational Psychology. London : Mc Grawhill
Mobley, William. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab-Sebab Dan Pengendaliannya. Penerjemah : Nurul Iman. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo
Moh. As’ad. 1998. Psikologi Industri. Yogyakarta : LIBERTY
Pandji Anoraga. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta : PT RINEKA CIPTA
Paul E. Spector, Job Satisfaction: Application, Assessment, Cause, and Consequences .Thousand Oaks: Sage Publications, Inc., 1997
Phuong L. Callaway, The Relationship of Organizational Trust and Job Satisfaction: An Analysis in the U.S. Federal Work Force.Boca Raton: Dissertation.com, 2007.
P. Robbin, Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT INDEKS kelompok GRAMEDIA
Steve M. Jex, Organizational Psychology: A Scientist Practitioner Approach.New York : John Wiley & Sons, 2002
Sutjipto. Kesaksian Seorang Rektor: Siapa Menyuruh Mahasiswa ke Jalan?Jakarta: Global Mahardika Publications.2004
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
Wexley, K.N., Yukl, G.A., 1977, Organizational Behavior and Personal Psychology, Richard D. Irwin Inc., Homewood, Illinois.

Sumber : http://teknikkepemimpinan.blogspot.co.id/2013/10/teori-kepuasan-kerja.html


Tidak ada komentar: