1. Umum
Integrasi adalah
fungsi manajemen operasional ke-empat setelah, pengadaan tenaga kerja,
pengembangan dan kompensasi. Setelah karyawan diperoleh dan ditempatkan sesuai
minat dan kemampuan atau keterampilan mereka, lalu dikembangkan, diberi
kompensasi yang layak dan adil, maka tibalah kepada satu tantangan iagi yang
termasuk sulit dan sering mengecewakan manajemen. Difinisi Integrasi diberikan
oleh Edwin B. Flippo (1987 : 7) : "Integrasi
merupakan usaha untuk menghasilkan suatu rekonsiliasi (kecocokan) yang layak
atas kepentingan-kepentingan perorangan (individu), masyarakat, dan
organisasi." Difinisi ini berpijak atas dasar kepercayaan bahwa dalam
masyarakat terdapat tumpang tindih kepentingan yang cukup berarti. Kepentingan
ketiga kelompok ini tidak selamanya berjalan dengan baik bahkan sering
terbentur sehingga menimbulkan banyak masalah-maslah, sebagai contoh, antara
kepentingan karyawan dengan kepentingan perusahaan yang sama-sama bertujuan
untuk mencapai tujuan masing-masing. Tujuan perusahaan ialah untuk mencapai
sasaran/tujuan untuk mendapatkan laba sebanyak-banyaknya demi kejayaan dan
kelanggengannya, dan karyawan bertujuan untuk bekerja adalah untuk mendapat
balas jasa yang layak dan adil demi memuaskan kebutuhannya. Begitu juga
masyarakat sebagai konsumen (pemakai produk) perusahaan mengharapkan
terpenuhinya tuntutan kebutuhan mereka yaitu produk yang bermutu sesuai dengan
kebutuhan mereka (kalau boleh diperoleh semurah-murahnya harganya dengan mutu
yang sebaik-baiknya) dan mengharapkan layanan (service yang memuaskan). Jikalau
kepentingan ketiga kelompok ini terpenuhi dengan baik seimbang sesuai dengan
kebutuhan mereka, dampak positifnya akan terlihat sendiri dalam masyarakat
juga, dalam hal ini pemerintah sangat mendambakan/mengharapkan malah menghimbau
agar kebutuhan ketiga kelompok tersebut tercapai dengan baik secara ekonomis
dan normatif.
Dalam hal
meng-integrasikan kepentingan dan kebutuhan tersebut, harus diketahui hakekat
kebutuhan karyawan, bagaimana kebutuhan individu dapat berpadu dalam iklim
perusahaan dan bagaimana usaha untuk menciptakan kerjasama antara kelompok
kerja. Perpaduan yang sempurna akan menghasilkan permufakatan bukan
benturan-benturan.
Hal memadukan
keingingan dan kebutuhan-kebutuhan tersebutlah yang setiap manajer upayakan
yang menjadi fungsi integrasi yang membutuhkan pentingnya hubungan antar
manusia. Kita dapat berpendapat bahwa telah diberi kompensasi kepada karyawan
dengan azas layak dan adil, mereka akan bekerja dengan baik karena telah
dimotivasi dengan materi dan non materi seperti yang telah diuraikan di bab
terdahulu. Hal ini belum tentu demikian, belum cukup bila seorang karyawan
mampu bekerja, dia harus juga mau bekerja. Soal ini adalah sedeemikian penting
dan sulit maka bab 7 ini akan membahas bagaimana cara memadukan kepentingan,
keinginan dan kebutuhan ketiga kelompok tersebut di atas.
2. Hubungan
Antar Manusia
Hubungan antar manusia
(Human Relation) ada yang memberikan istilah hubungan kemanusiaan, tetapi
maksudnya ialah sama yakni hubungan sesama manusia bila terjadi jalinan
terutama dalam suatu organisasi untuk tujuan yang sama yaitu mencapai tujuan
yang telah disepakati. Bila seseorang telah menjadi anggota organisasi baik itu
organisasi sosial maupun organisasi perusahaan, orang tsb harus rela untuk meleburkan diri dalam organisasi
yang dia masuki sebagai suatu tuntutan. Jikalau bersedia mneleburkan dirinya
tindakan atau perilakunyapun akan menghasilkan tindakan yang efektif (ber-daya
guna). Tetapi sebaliknya apabila salah satu pihak baik manusia individu sebagai
anggota organisasi atau organisasi tidak bersedia atau tidak rela membaurkan diri,
maka terjadilah suatu perselisihan (konflik). Di sinilah letak perlunya usaha
setiap manajer untuk memadukan kebutuhan/keinginan agar dapat mendorong
kerjasama yang produktif dan kreatif untuk mencapai sasaran bersama. Maka perlu
setiap manager dibenahi untuk memiliki pengetahuan mengenai disiplin ilmu
seperti psikologi, sosiologi, antropologi dan etologli untuk memahami dan
mengatasi masalah-masalah dalam hubungan antar manusia.
Di bawah ini akan diberikan gambaran yang penulis kutip dari buku Edwin
B. Flippo (1984: 93) :
Dalam gambar di
atas terlihat perpaduan antar kepentingan terjadi:dalam bagian B, sebab pada
bagian tsb dilaksanakan kegiatan yang sekaligus menyumbangkan kepentingan
organisasi dan karyawan. Perusahaan selalu berusaha dalam kegiatan memadukan
kepentingan organisasi dengan karyawan.
Dalam gambar
tersebut di atas :
A - Mendahulukan kepentingan organisasi
di atas kepentingan karyawan.
B - Mendahulukan kepentingan organisasi dan karyawan secara bersama.
C - Mendahulukan kepentingan karyawan
di atas kepentingan organisasi.
Kegiatan dalam
bagian B itulah tujuan yang akan diusahakan suatu perusahaan demi terciptanya
hubungan manusia (human relation) yang baik. Hubungan antar manusia inilah
suatu hal yang sangat sulit, dan untuk saling pengertian harus mengerti hakekat
kebutuhan manusia. Karena walaupun dalam program kompensasi dirumuskan serta dilaksanakan dengan baik (terutama
dari segi finansial), bukan suatu jaminan bagi karyawan melaksanakan tugasnya dengan
dasar kepuasan kerja, karena
kepuasan kerja tak dapat diukur besar tingginya dan luasnya.
Maka dengan
modal pengetahuan setiap manajer dengan disiplin ilmu komunikasi, psikologi, sosiologi, anthropologi dan etologi dapat menolong dalam pelaksanaan integrasi tersebut di atas.
Memang hal seperti ini adalah sangat ideal, tetapi bagi perusahaan-perusahaan
di mancanegara yang maju telah mempunyai tenaga-tenaga spesialis untuk menangani program sumberdaya manusia yang mapan (dengan
dasar ilmiah). Karena pelaksanaan program sumberdaya manusia yang baik cenderung mengurangi kecelakaan,
kemangkiran (absen), labor turnover dan kesalahan-kesalahan operasi sekaligus meningkatkan moral,
mutu dan produktivitas.
Menurut Flippo,
walaupun beberapa ahli teori
berpendapat bahwa bisa terdapat tumpang tindih kepentingan sepenuhnya, namun
lebih besar kemungkinan
bahwa kita akan menemukan situasi yang dilukiskan oleh bagian A dan C dalam gambar di atas, yaitu A menuntut
mungkin berlebihan dari C, C
pun demikian menuntut hal-hal yang dipentingkan dan bila tuntutannya kurang/tidak terpenuhi (gaji, hak-bak
buruh dll) dapat menimbulkan konflik, dan perusahaan memberikan hukuman atau
tindakan disipliner atau PHK (Pemutusan
Hubungan Kerja). Biasanya kegiatan-kegiatan dalam Bagian C merupakan kegiatan
yang dipaksakan pihak ekstern
(pemerintah, UK SPSI dan kode etik manajer/perorangan)
Salah satu yang mendasar untuk mengatasi konflikj-konflik
perburuhan dengan perusahaan memerlukan pemahaman hakekat kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia yang
dimaksudkan di sini bukan hanya kebutuhan segi materi akan juga kebutuhan non
material. Setelah mengetahui kebutuhan yang dimaksud, maka selanjutnya
diterapkan dalam hubungan antar manusia. Jika tercipta hubungan antar manusia dengan baik dan terpelihara
adalah karena kesediaan para yang berkepentingan untuk melebur sebahagian
kepentingan masing-masing untuk kepentingan bersama. Dengan terjadinya
kesediaan melebur kepentingan untuk menjadi kepentingan bersama, akan
terciptalah antara lain, saling menghargai, saling menghormati, toleransi
sesuai dengan yang digambarkan Bagian B di atas.
3. Hakekat
Kebutuhan Manusia
Untuk mengetahui
atau mengerti kebutuhan seseorang memerlukan pengertian dan pengetahuan
kepribadiannya. Untuk dapat mempengaruhi perilaku seseorang perlu mengetahui
kebutuhan-kebutuhannya. Setiap manajer
hendaknya terlebih dahulu memahami kepribadian seseorang karyawan dalam
menciptakan hubungan antar manusia. Kepribadian yang berasal dari bahasa asing
"Personality". Personality adalah keseluruhan cara seseorang bertindak,
berdandan, berbicara, berjalan dan postur badannya. Kepribadian seseorang
sebagian besar dibentuk oleh faktor keturunan, sosial, kebudayaan dan lingkungan.
Atau perkataan lain bahwa kepribadian ditempah/dibentuk oleh faktor pendidikan
informal (rumah tangga), formal (di sekolah) dan non formal (lingkungan). Di bawah ini akan dikutip gambar dari buku
Drs. Malayu S.P. Hasibuan (1990 : 153) :
Menurut Drs. Hasibuan, bahwa kepribadian adalah
serangkaian ciri yang relatif tetap dan sebagian besar dibentuk oleh faktor
keturunan, sosial, kebudayaan dan lingkungan. Serangkaian variabel ini yang
menentukan persamaan dan perbedaan dalam perilaku seseorang individu. Kekuatan-kekuatan utama yang
mempengaruhi kepribadian seseorang adalah kekuatan hubungan keluarga dan kelas
sosial/pendidikan dan kekuatan lain dari
keanggotaan kelompok. Maka manajer
akan dapat memahami perilaku dan kemauan seseorang karyawan untuk melebur
keinginan dan kepentingannya demi pencapaian tujuan bersama setelah mengetahui
keperibadian orang tersebut.
Sifat umum yang
paling jelas tentang perilaku manusia
pada kategori (kemampuan
mental, fungsi otot, kapasitas fisik
dan sensoris, sifat dan ciri-ciri pribadi), adalah bahwa perilaku manusia tidak
sama antara seorang dengan orang yang lain. Karena perbedaan kapasitas
intelegensia, kekuatan berpikir, sifat-sifat pribadi, sentimen, serta susunan
emosional. Juga berbeda dalam kapasitas sensoris untuk melihat, mendengar,
meraba dan merasakan. Hal inilah yang membedakan seseorang walaupun anak-anak
dari satu keluarga tidak ada yang sama baik kesanggupan intelegensia maupun
hal-hal lainnya. Juga hal lain menyebabkan
perbedaan adalah antara lain terpegantung kepada kapasitas sensoris yang
berbeda-beda. Juga perlu
diketahui bahwa keperibadian seseorang
berhubungan erat dengan persepsi, sikap, belajar dan motivasi.
Teori
Kepribadian menurut Drs. Hasibuan buku yang sama, meliputi antara lain :
a. Teori
Sifat
Sifat/ciri cenderung dapat diduga sebagai pengarah perilaku individu berbuat dengan cara yang konsisten dan
khas. Selanjutnya ciri itu menghasilkan
perilaku yang konsisten karena merupakan sifat yang tetap dan jangkauannya umum
serta luas. Kelemahan teori sifat ini seperti misalnya sifat pendiam, periang, menyendiri dan ramah tamah belum pasti menunjukkan kepribadian individu yang sama pada setiap situasi,
karena perilaku individu masih dipengaruhi oleh lingkungan.
b.
Teori Psikodinamis
atau psikoanalis
Teori ini. dikemukakan oleh Freud, menerangkan
bahwa perbedaan individual dalam kepribadian: bahwa
orang menghadapi perangsangnya yang utama secara berbeda-beda. Menurut Freud selanjutnya mengatakan bahwa individu memiliki energi
yang dicapainya dari proses metabolis yang kemudian disalurkan ke berbagai
macam rangsangan. Juga perbedaan
kepribadian terletak kepada apa yang dinamakan :
n Id
: adalah waduk energi yang dinyatakan sebagai rangsangan yang tak terkendalikan. Bekerja secara tidak rasional dan impulsif,
tanpa mempertimbangkan apakah yang diinginkan itu mungkin atau dapat diterima
dari segi moral.
n Superego
: gudang/waduk dari nilai individu, termasuk sikap moral yang dibentuk oleh masyarakat. Superego sering bertentangan
dengan Id, karena Id ingin mengerjakan apa yang dirasa baik, sedangkan Superego
cenderung mengerjakan/berbuat apa yang benar.
n Ego : suatu prinsip realitas yang mempengaruhi
rangsangan
dalam pengalaman hidup nyata. Suatu gambaran mengenai kenyataan
hidup yang nyata didasarkan pada pengalaman hidupnya. Kehidupan
pada waktu kecil seseorang mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilakunya sampai dewasa. Hal ini telah diuraikan pada bagian di
bagian I lebih panjang.
dalam pengalaman hidup nyata. Suatu gambaran mengenai kenyataan
hidup yang nyata didasarkan pada pengalaman hidupnya. Kehidupan
pada waktu kecil seseorang mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilakunya sampai dewasa. Hal ini telah diuraikan pada bagian di
bagian I lebih panjang.
c. Teori Humanistis (Humanistic
Theories) :
Pendekatan
humanistis terhadap pemahaman kepribadian memberi tekanan
pada perkembangan dan perwujudan diri dari individu. Teori ini menekankan pentingnya cara mempersepsikan dunia mereka dan kekuatan yang mempengaruhinya. Menurut teori ini perangsang yang paling dasar dari kepribadian tertuju pada
perwujudan diri (self actualization), usaha keras yang
terus-menerus untuk mewujudkan potensi
yang dimilikinya.
Kembali
kepada masalah personality (kepribadian)
yang harus dipahami oleh setiap manajer/pemimpin bahkan dalam berhubungan dengan orang lain bila
untuk memadukan/melebur sebagian
kepentingan diri dengan organisasi. Di bawah ini diuraikan sekali lagi : tentang personality, komponen/unsur-unsurnya dan perbedaan-perbedaan kepribadian seseorang :
Personality (Kepribadian) : Adalah keseluruhan dari kualitas dan karakteristik seseorang yang dinyatakan dengan
cara berjalan, berbicara, berdandan dan
sikap, interest (perhatian/minat) dan cara pergaulan dengan orang-orang lain.
Hal-hal inilah yang mempengaruhi
karakteristik/ciri-ciri cara berlaku/perilakunya, cara berpikir dan perasaan.
Komponen (unsur-unsur) kepribadian :
Fisik, intelektual, sosial emosional dan system
nilai.
a. Fisik : Ini mencakup cara berdandan (pakaian),
cara berjalan,
posture (bentuk tubuh), kesehatan, complexion (corak kulit),
dan facial expression(ekspresi muka).
posture (bentuk tubuh), kesehatan, complexion (corak kulit),
dan facial expression(ekspresi muka).
b. Intelektual : cara seseorang berbicara dan apa yang dibicarakan (apa memang
berbobot bila waktu menguraikan idenya), ini
berkaitan dengan latihan cara berpikir sistematis dan logis.
Termasuk juga daya tangkapnya pada waktu rapat atau dalam komunikasi dengan orang intelek.
berkaitan dengan latihan cara berpikir sistematis dan logis.
Termasuk juga daya tangkapnya pada waktu rapat atau dalam komunikasi dengan orang intelek.
c. Emosional : Unsur emosional ini meliputi kesukaan
dan ketidak-kesukaan seseorang apakah
orangnya periang atau pemalu, sifat tenang
atau penggugup, ataukah ia gampang marah atau tidak.
d. Sosial : berkelakuan baik (good manners) pada suasana bagaimanapun. Mengerjakan dengan tepat dalam waktu yang
tepat pula, dapat bergaul pada strata
masyarakat yang berbeda. Tahu menggunakan tatakrama pergaulan (etiket dan kortesi yang tepat dan
baik, berarti orang yang supel bergaul bukan kaku (rigid).
baik, berarti orang yang supel bergaul bukan kaku (rigid).
e. Sistem nilai (Value
System) : mencakup sikap seseorang, menilai sesuatu hal, kepercayaan/keyakinan
dan filsafat hidup seseorang yang
mempengaruhi sikap (attitudes) dan perilaku, karena presepsinya yang didasarkan
kepada filsafat hidup atau
kepercayaannya. Aspek ini dikaitkan kepada karakter seseorang. Dapat dinyatakan dalam sikap/perilaku seseorang untuk menghakimi perbuatan sendiri dan perbuatan orang lain apakah hal itu salah atau benar.
kepercayaannya. Aspek ini dikaitkan kepada karakter seseorang. Dapat dinyatakan dalam sikap/perilaku seseorang untuk menghakimi perbuatan sendiri dan perbuatan orang lain apakah hal itu salah atau benar.
Telah diuraikan
dalam bab yang lampau pada waktu proses seleksi bagaimana pewawancara menilai
seseorang baik pada waktu wawancara, maupun
pada waktu diadakan evaluasi pekerjaan karyawan dapat mempengaruhi untuk
menilai seseorang dengan dikaitkan komponen-komponen kepribadian seseorang.
Pada umumnya karyawan yang telah lulus dari saringan/seleksi sudah
memenuhi persyaratan atau standar yang ditetapkan, tetapi manager atau penyelia sering kecewa karena kepribadian seseorang karyawan sangat berbeda dengan
kenyataan. Kepribadian dapat dinyatakan pada situasi krisis, pakah kepribadian
sejati ataupun palsu. Begitu juga
sang isteri sering kecewa dan heran melihat sikap suaminya. yang dulunya begitu baik,
sopan dan penyayang, tetapi berbeda
pada waktu situasi krisis, sehingga berkata :"Saya tak pernah menduga
bahwa dia begitu egois dan brutal !” Karena
memang pada pertemuan pertama yang mempengaruhi
melihat rupa luar saja, yakni wajah manis, tubuh yang baik, ekspresi wajah, gaya jalan, cara dandannya dan bicaranya yang menarik. Pada periode masa perkenalan pada situasi normal, kepribadian luar itu dapat mengelabui
keputusan seseorang untuk bergabung. Kepribadian yang sejati dapat terlihat pada waktu krisis, bagaimana luhurnya dan aslinya kepribadian
tersebut.
Seperti
yang telah diuraikan di muka bahwa kepribadian/personality yang berbeda-beda adalah disebabkan oleh kekuatan/pengaruh
keturunan, kebudayaan, hubungan
keluarga dan kekuatan sosial dan kekuatan lain keanggotaan kelompok. Tetapi
penulis akan menggolongakan kepada tiga, yakni :
a. Heredity (keturunan
yang diwariskan)
Kita dilahirkan dengan
sifat yang kita warisi dari orang tua (a set of genes and chromosomes) yang
membatasi potensi kita. Potensi ini dapat berkembang dengan atau melalui
lingkungan, pengalaman yang bertahun
terutama intraksi/pergaulan dengan orang lain. Faktor utama melalui anggota keluarga
sendiri dengan peranan orang tua (pendidikan informal), pendidikan non formal oleh lingkungan, dan pendidikan formal
yaitu melalui sekolah.
b. Lingkungan
(melieu atau environment)
Pengaruh dari keluarga,
sekolah, agama, dan golongan/lingkungan
yang pertama kita berinteraksi atau bergaul. Lingkungan mana yang kita banyak berinteraksi hal itulah
yang dominan mempengaruhi kepribadian kita.
c. Pengalaman
(Experience)
Meliputi
apa yang kita kerjakan/perbuat, apa yang kita peroleh dari hasil perbuatan
tersebut, apa yang kita alami dalam kehidupan kita, baik di lingkungan keluarga, di .luar (sekolah, gereja atau rumah peribadatan atau lingkungan
tetangga, dll). Perhatikan kembali yang
diutarakan dalam bab di muka tentang pribadi yang memiliki P - A - C (Parent, Adult dan Child) yang berkaitan dengan empat sikap/posisi dalam bergaul dengan orang lain (
I'm not OK, You're OK, I'm not OK, you're
not OK, I'm OK, you're not OK dan I'm OK, you're OK). Setelah mempelajari dan memahami kepribadian
tersebut di atas, maka manager dalam mengadakan
interaksi atau hubungan antar manusia dengan
bertujuan mengintegrasikan
kepentingan bagian ABC tersebut di atas dengan baik, selanjutnya harus memahami
kebutuhan manusia.
Hakekat Kebutuhan
Manusia
“ Menurut
Edwin B. Flippo dalam bukunya (1984 :
95), bahwa kebutuhan manusia dapat
diklasifikasikan dalam tiga kategori :
a. Kebutuhan
fisiologis sebagai kebutuhan primer
Kebutuhan-kebutuhan
yang timbul dari daya upaya untuk mempertahankan hidup : makanan (pangan)
termasuk air, udara dan sandang dan papan (perumahan), juga untuk
mempertahankan hidup termasuk juga kebutuhan
seks. Model manusia ekonomis menganggap bahwa kebutuhan primer inilah
satu-satunya kebutuhan manusia.
b. Kebutuhan Sosial sebagai kebutuhan sekunder
Kebutuhan
sosial atau sekunder ini sifatnya samar-samar dan tak teraba. Kebutuhan itu berbeda-beda
intensitasnya untuk setiap orang, lebih banyak perbedaannya daripada kebutuhan
primer. Kebutuhan sosial ini meliputi
: l) hubungan fisik dan pergaulan (asosiasi), 2) cinta dan kasih sayang, dan 3) rasa diterima. Hubungan fisik dirasa belum cukup, maka memerlukan kasih sayang dari orang lain (timbullah
pertalian persaudaraan, persahabatan dan lain sebagainya). Kebutuhan selanjutnya yaitu kasih sayang belum
dirasa cukup, maka kebutuhan lain ialah perasaan dapat berterima
dalam satu atau beberapa kelompok.
Kebutuhan akan sikap masyarakat yang menerima dan menyetujui kepribadian seseorang juga tercermin
dalam faktor-faktor seperti gaya,
mode, tradisi adat istiadat dan kode etik. Hal ini kuat untuk suatu organisasi menjadi suatu kebutuhan
yang kuat.
c. Kebutuhan
egoistic
Hal ini berasal dari kebutuhan untuk memandang ego atau diri sendiri
dalam suatu cara tertentu. Kebutuhan egoistik, antara lain : 1) penghargaan,
2) kekuasaan, 3) kebebasan dan 4) prestasi. Hal ini biasanya berurut atau berkesinambungan, dengan seseorang dipromosikan merasa mendapat penghargaan, kemudian selanjutnya mencari
kekuasaan yang bertalian dengan promosi tadi, dengan promosi yang mepunyai
kekuasaan lebih berani bertindak atau mengeluarkan suara bila umpamanya ada
suara-suara dari serikat kerja, hal ini memperlihatkan kebebasan sebagai
mempertinggi harga diri (self-esteem). Beberapa pakar psikologi berpendapat
bahwa kebutuhan manusia yang paling tinggi adalah kebutuhan untuk berprestasi atau perwujudan
diri (self-actualization), sebagai
kebutuhan untuk mencapai sesuatu yang nyata dalam hidup. Ingat bahwa pekerjaan
atau tugas adalah merupakan sumber kepuasan utama untuk kebutuhan ini.
Jikalau kepuasan seseorang
sebagai pemenuhan kebutuhan telah tercapai
dengan penyesuaian diri dengan kebutuhan masyarakat atau organisasi (peleburan kepentingan sendiri dengan
peleburan kepentingan/kebutuhan
organisasi), orang tersebut dapat menyesuaikan diri atau "adjusted",
sebaliknya bila kepentingan seseorang tidak dapat atau tidak mampu memenuhi sesuatu kebutuhan tertentu atau mampu memenuhi dengan cara yang tidak berterima dengan
organisasi di mana ia kerja, disebut orang tersebut tidak dapat menyesuaikan
diri, bila sering terjadi hal sama sehingga dia tak dapat diterima masyarakat disebut "maladjusted". Bila seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhan dengan cara apa pun, maka akibatnya timbul
ketegangan-ketegangan dalam jiwa,
akhirnya timbul "frustrasi'. Frustrasi mencakup, antara lain :
- Agresi : sikap menyerang atau mempertahankan/melindungi diri lalu menyalahkan orang lain atau alat yang kurang baik bila
dipergunakan. Sikap ini menunjukkan mengahancurkan penghalang/rintangan bukan bersifat
memperbaiki yang kurang tepat atau yang salah. Hal faktor penyebab agresi harus
diketahui/dipahami oleh setiap penyelia atau manager, karena bila karyawan dalam tahap sedemikian, sering terjadi bentrokan
karena berani melawan atau membangkang suatu perintah bahkan pada saat itu tidak takut akibat dikeluarkan.
Kalau anda penyelia pada keadaan demikian,
apakah yang anda harus lakukan ?
- Regresi_: - suatu jenis perilaku childish (kekanak-kanakan) yaitu mengeluh, merengek dengan maksud
mengursngi frustrasi. Hal ini dapat
merugikan rekan-rekan sejawat. Mengapa, berikan alasan Anda?
- Fiksasi
: - suatu sikap atau usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ternyata atau tidak bermanfaat, seperti sering
terjadi entah anda telah pernah alami, bila merasa kehilangan sesuatu benda,
lalu Anda selalu terus-menerus
mencari kesuatu tempat, umpamanya
di laci yang
sama. Walaupun pada pertama Anda telah membuka laci tsb dan tidak ada benda
itu di sana, Anda terus ke sana (tidak ada manfaatnya).
- Withdrawal (menarik diri dari
masyarakat ) atau pengunduran diri. Hal ini
karena segala usaha dilakukan untuk memuaskan diri dari pemenuhan
kebutuhan yang tidak berhasil,
sehingga menyerah total. Tetapi tidak
berinisiatif untuk menggantinya sebagai kompensasi positif (mencari faktor penyebab),
tidak ada usaha mengatasi rintangan lagi, akibatnya pelarian hanya air mata, menutup
diri mungkin bertindak bunuh diri,
atau sikap frustrasi yang ekstrim dengan sakit mental yang serious.
4. Kebutuhan
Manusia Menurut Para Pakar Psikologi Organisasi
a. A. H. Maslow
Dia menggambar urutan prioritas atau hirarki kebutuhan manusia,
sebagai berikut : James A.F. Stooner dalam bukunya "Management; yang dikutip oleh J. Ravianto :
Tingkatan(hierarki) kebutuhan dasar manusia adalah, sebagai berikut
:
1. Kebutuhan Pisiologis Dasar
2. Keselamatan dan Keamanan
3. Cinta (Kasih Sayang)
4. Penghargaan
5. Perwujudan Diri (Aktualisasi Diri)
Ad 1. Kebutuhan
biologis : air, makanan, berteduh, seks
Ad 2. Keselamatan jasmaniah/rohaniah, keamanan
pribadi / keluarga, bebas dari takut, keteraturan dan norma dalam pergaulan,
dll
Ad 3. Kasih
sayang/cinta, rasa memiliki, diterima oleh masyarakat, dll
Ad 4. Penghargaan
dan pengakuan status dari prestasi
Ad 5. Perwujudan
diri untuk mencapai cita-cita
Kebutuhan-kebutuhan fisiologis itu digolongkan kebutuhan primer, maka digolongkan dalara prioritas pertama, lihat gambar hirarki kebutuhan yang dimulai dari
dasar (karena kebutuhan dasar manusia). Bila kebutuhan dasar telah terpenuhi,
maka kebutuhan kedua akan dicari yaitu agar merasa selamat dan aman,
maka membutuhkan keteraturan dalam masyarakat dan norma-norma lainnya
seperti norma kesopanan, kesusilaan dan norma
hukum dan norma agama (supaya ada kedamaian dalam hati).
Kemudian sesudah kebutuhan
prioritas kedua terpenuhi,
selanjutnya akan membutuhkan
kebutuhan ketiga yaitu kasih sayang (mencintai
dan dicintai orang) dan berterima di
masyarakat, maka membutuhkan
pergaulan serta rasa memiliki dalam organisasi yang dia masuki menjadi salah satu anggotanya.
Selanjutnya membutuhkan rasa dihargai atas kepribadiannya, karyanya dan eksistensinya dalam
organisasi/masyarakat. Selanjutnya kebutuhan skala tertinggi ialah perwujudan
diri, mengacu kepada keinginan untuk
pemenuhan diri (self-fulfilment)
dan prestasi yang diinginkan oleh manusia atas kemampuan atau potensi yang
dimiliki atau dilaksanakan. Inilah kebutuhan tertinggi yang ditempatkan
pada perioritas terendah yang pada umumnya dikehendaki kebutuhan ini oleh golongan orang-orang
intellek atau elit karena bagi mereka
soal kebutuhan primer sudah berlimpah-ruah sehingga kurang berminat mengejarnya
lagi, hanya tinggal mempertahankan, memelihara atapun meningkatkan kebutuhan
primer dengan usaha lebih rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan sekunder.
Tetapi bagi kaum golongan menengah
ke bawah, terutama karyawan rendah kebutuhan primer itulah yang paling
perioritas tertinggi bagi mereka, karena harus memperjuangkan hidup yang serba
kekurangan atau pas-pasan.
Menurut Flippo
(1984 :
100), Maslow berpendapat bahwa rata-rata masyarakat mungkin terpuaskan
85 % dalam kebutuhan primer (fisiologis), 70 % dalam kebutuhan akan rasa
aman, 50 % dalam kebutuhan kasih
sayang (kasih), 40 % dalam
kategori harga diri (self-esteem) dan 10 % dalam kebutuhan perwujudan
diri (self-actualization)
b. Teori
MCGREGOR
Nama lengkapnya ialah Douglas
Mc Gregor yang pertama sekali yang memperkenalkan hakikat rangkap dua dalam
diri manusia dengan ''Teori X dan Y”. Rangkap dua yang dimaksud ialah, sehubungan
dengan kontradiksi dan hakekat rangkap dua : manusia dapat bersikap lembut, simpati dan cinta tetapi sekaligus bisa memiliki
kecenderungan untuk bersikap kejam, tidak berperasaan, benci dan agresi yang
jahat. Dialah yang pertama memperkenalkan teori X dan Y ke dalam literatur manajemen, setelah
mempelajari pelaksanaan manajer-manajer tradisional lalu mengusulkan agar dipergunakan teori X dan Y.
Adapun teori X itu memberi asumsi, bahwa :
a. Rata-rata manusia tidak menyukai kerja dan jika
memungkinkan akan
menghindarinya.
b. Maka mereka harus dipaksa, dikendalikan, diarahkan dan diancam dengan memberi hukuman agar mereka mau bekerja.
c. Rata-rata menusia lebih senang
diarahkan/dipimpin, lebih suka menghindari
tanggung jawab dan dengan ambisi yang relatif kecil/sedikit dan menginginkan keamanan di atas
segalanya.
Tetapi ketidaksetujuan asumsi-asumsi teori X seluruhnya, maka McGregor sendiri atas dasar hasil-hasil
penelitian sosial dan psikologis, dia mengajukan teori yang berlawanan lagi
yaitu teori Y sebagai suatu penilaian yang lebih realistik atas
kemampuan manusia sebagai berikut :
a. Bekerja, bermain dan istirahat sama-sama menuntut pengerahan tenaga fisik dan mental. Maka wajarlah pekerjaan yang tiga hal itu diusahakan.
b. Manusia
akan melakukan pengarahan dan pengawasan diri sendiri untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama.
c. Keikatan
kepada sasaran/tujuan adalah suatu fungsi yang dihubungkan dengan
prestasi.
d. Rata-rata
menusia belajar, dalam kondisi yang tepat, tidak hanya untuk menerima tanggung jawab tetapi juga mencari tanggung jawab.
e. Kemampuan
melaksanakan kreatifitas dan menggunakan tingkat imajinasi dan
kecerdasan untuk memcahkan masalah-masalah
organisasi adalah tersebar luas dalam masyarakat.
f. Potensi
(kesanggupan) intelektual dari rata-rata manusia hanya sebagian yang digunakan dalam kehidupan industri
canggih.
Menurut teori Y dari
McGregor perlu para manajer untuk
mengambil langkah-langkah positif dalam
membenahi perilaku karyawan atau
memotivasi karyawan dengan cara peningkatan prestasi, kerja sama dan keterikatan pada keputusan. Untuk mencapai sasaran/tujuan, dedikasi dan
prestasi harus dibina dan diintegrasikan,
begitu juga penghargaan dan perwujudan diri. Dengan
demikian manajemen harus menyusun lingkungan perusahaan
dalam pengintegrasian serta pembinaan
hal-hal tersebut di atas, sehingga member saluran
untuk potensi manusia yang sangat potensial yang sebenarnya sangat ajaib dan
dahsyat. Jadi organisasi modern yang canggih dewasa ini harus memperhatikannya,
begitu juga bahwa organisasi-organisasi bisnis di Jepang mengikuti model teori
Y.
c.
Menurut
Chris Argyris
Dia mengusulkan beberapa dimensi
kedewasaan dimana orang akan berkembang untuk mencapai kesehatan mental yang
baik. Juga mengatakan bahwa walaupun manusia mungkin dibentuk pada saat lahir
dengan semua kebutuhan Maslow dan potensi teori Y yang tersimpan dalam bentuk
embrionik, perkembangan dari titik itu pada hakekatnya menuju ke arah
kedewasaan (maturity). Selanjutnya dikatakan bahwa proses pendewasaan ada
tujuih sifat yang diuraikan dalam buku Flippo (1984 : 102), sebagai berikut :
1. Pasif 6. mempunyai
minat
yang lebih
2. tergantung dangkal
3. tidak sadar diri 7. mampu berperilaku hanya dalam
4. bersifat lebih rendah beberapa cara
5. mempunyai perspektif
waktu yang pendek
Selanjutnya dikatakan bahwa di pihak lain, gerak maju menuju kedewasaan akan menimbulkan perilaku yang ditandai dengan
meningkatnya kegiatan, kebebasan, kesadaran akan pengendalian atas diri,
cita-cita untuk menduduki posisi yang sama atau lebih tinggi, perspektif jangka
panjang, pengembangan minat yang lebih dalam, dan kemampuan untuk berperilaku
dalam banyak cara untuk memuaskan kebutuhan. Jika dihadapkan pada
ketidak-sesuaian antara tuntutan organisasi dengan kebutuhan manusia yang
dewasa, maka diungkapkan bahwa karyawan akan terlibat dalam salah satu atau
beberapa kegiatan yang berikut :
1. Melarikan diri 2. Menyerang 3. Menyesuaikan
diri
Melarikan diri dengan meninggalkan pekerjaan, sering tidak masuk atau pindah
kerja mencari posisi yang lebih baik. Menyerang dengan melakukan perlawanan diam-diam, mengajak karyawan-karyawan lain
untuk memperlambat kerja dan membentuk organisasi pekerja. Menurut Argys bahwa karyawan berperilaku akan menerima
dan
menyesuaikan diri kepada situasi
kekanak-kanakan
atau apatis.
d. Menurut Frederick Herzberg
Teorinya konsisten dengan
perwujudan diri (self-actualization) dari Malow, teori Y McGregor dan proses
pendewasaan Argys. Dikemukakan bahwa manusia mempunyai dua kebutuhan dasar
yakni, kebutuhan untuk menghindari rasa sakit dan kedua bertumbuh, berkembang
dan belajar. Perasaan yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan
pengalaman-pengalaman dan isi pekerjaan itu sendiri begitu juga hal perasaan menyenangkan. Perasaan yang
tidak menyenangkan yang diungkapkan, pada
umumnya bersangkutan dengan aspek-aspek yang mengelilingi suasana (keadaan)
pekerjaan. Seterusnya ia katakan ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi
motivasi kerja seseorang dalam
perusahaan, yaitu pemuas kerja (job satisfiers) yang berkaitan dengan isi pekerjaan dan penyebab ketidakpuasan
kerja (job dissatisfiers) yang bersangkutan dengan suasana pekerjaan. Satisfiers disebut dengan istilah motivators dan
dissatisfiers disesbut factor-faktor
higienis (hygiene factors). Jika
digabungkan kedua istilah tersebut maka
dikenal sebagai teori motivasi dua faktor atau teori motivasi higienis (motivation-hygiene theory) atau sering
disingkat teori M - H (Motivator and Hygiene).
Teori Herzberg mirip dengan hirarki kebutuhan
Maslow; jika faktor-faktor higienis dihubungkan dengan kebutuhan-kebutuhan
fisiologis, keamanan dan sosial, yang mempunyai prioritas yang lebih tinggi,
sementara motivator sebagai kebutuhan penghargaan, ego dan perwujudan diri. Hirarki Maslow
mengemukakan suatu rangkaian kesatuan
bukan rangkaian kebutuhan yang dirasakan yang terputus-putus. Teori Herzberg tidak memerlukan faktor-faktor higienis
sebagai persyaratan bagi kepuasan kerja. Karena bila faktor-faktor motivasional
dan higienis dilaksanakan bersamaan maka kepuasan akan menjadi lebih
tinggi.
Di bawah ini digambarkan teori dua faktor
Herzberg
Faktor Higienis : Motivators :
1.
Kebijakan
dan administrasi organisasi l.Prestasi
2.
Pengawasan,
teknis 2.Pengakuan,penghargaan
3.
Gaji 3.Pekerjaan itu sendiri
4.
Hubungan
antar pribadi, penyelia 4.Tanggungjawab
5.
Kondisi kerja 5.Promosi
Motivators
adalah sebagai sumber kepuasan kerja yang dapat memotivasi karyawan pada
pekerjaannya, jadi dapat dipadankan sebagai kebutuhan hirarki Maslow sebagai
kebutuhan sekunder (tingkat atas). Menurut Herzberg bahwa seseorang karyawan
harus mampunyai pekerjaan yang lebih
menantang, lebih banyak tuntutan
kesempatan untuk menjadi tenaga ahli
dan mengembangkan kemampuan agar termotivasi melaksanaksn
pekerjaannya. Di bawah ini akan digambarkan : Hubungan antara Teori Hasiow, Herzberg dan McGregor, sebagai berikut :
MASLOW
|
HERZBERG
|
McGREGOR
|
Tingkat kebutuhan yg lebih tinggi
|
Motivator
|
Teori Y
|
Aktualisasi diri Penghargaan
|
Prestasi
Penghargaan
Kenaikan pangkat Tanggung
jawab Pekerjaan itu sendiri.
|
Kepuasan atas kebutuhan akan
penghargaan dan aktualisasi diri
|
|
Tanggung
jawab
|
|
|
Imijinasi
dan kreavitas
|
|
|
Pengarahan dan pengendalian
diri
|
|
Tingkat kebutuhan yg lebih rendah
|
Faktor Higienis
|
Teori X
|
|
Kebijaksanaan dan
administrasi perusahaan
|
Keamanan di atas
segala-galanya
|
Sosial
|
Pengawasan Hubungan antar
pribadi
|
Adanya pengarahan lebih
disukai
|
Keamanan
|
||
Fisiologis
|
Gaji
|
Dibutuhkan adanya hukuman
|
Kondisi kerja
|
Sumber
: Prof.
Dr. Sukanto Heksohadiprod.jo, .M.Com.
Drs. T. Hani Handoko, MBA (1989 : 272)
5.M0TIVASI
Setelah
memahami kepribadian (personality), hakekat kebutuhan manusia (kepentingan-kepentingan), maka
tibalah tugas yang rumit dan sangat panting bagi setiap manajer/pimpinan
untuk mengubah jenis-jenis kebutuhan menjadi keinginan-keinginan
karyawan. Tentang kebutuhan-kebutuhan
dan keingingan-keinginan karyawan
terhadap perusahaan tak dapat diberi. definisi dan asumsi secara mudah, akan
tetapi menurut Flippo (1984:115) bahwa keinginan khusus adalah sebagai berikut :
1. Upah : salah satu alat pemuas kebutuhan
fisiologis, keterjaminan dan
egoistik.
2. Keterjaminan pekerjaan
(security of job) : perhatikan ancaman dari perubahan teknologis, dan keterjaminan
ini adalah
salah satu dari hirarki kebutuhan Maslow
3. Teman-teman sekerja yang menyenangkan (congenial associate) :
keinginan dari kebutuhan sosialisasi antar sekerja untuk berteman dan
berterima. Bagaimana kegiatan yang diprakarsai oleh pihak
manajemen (rekreasi, sarana sosialisasi,
dll).
4. Penghargaan atas
pekerjaan yang diiakukan (Credit for work done) : merupakan pemberian insentif berupa
materi dan atau non materi (pujian lisan atas prestasi, dll).
5. Pekerjaan yang berarti (meaningful Job) : keinginan
ini berasal dari kebutuhan akan penghargaan maupun dorongan ke arah perwujudan diri dan prestasi.
6. Kesempatan untuk maju
(opportunity to advance) : tidak semua karyawan ingin maju, cukuplah kebutuhan sosial yang dirasakan lebih kuat dari
kebutuhan egoistik. Namun masih banyak yang ingin mau maju dan ingin
mengetahui menggunakan kesempatan dan prosedurnya.
7. Kondisi kerja yang nyaman, aman
dan menarik : hal ini karyawan ingin mengejar/memillki
lambang status yang dapat dilihat dari fasilitas baik
di ruang kerja seperti meja dan permadani,
dll.
8. Kepemimpinan.yang mampu dan adil (competent
and fair leadership) : karyawan lebih senang bila menerima suatu perintah/petunjuk dari pemimpin
yang handal/qualified dan menerapkan keadilan dalam pekerjaan dalam arti luas.
9. Perintah dan pengarahan yang masuk akal
(reasonable orders and directions) : perintah merupakan komunikasi resmi/sah dari
organisasi, harus berkaitan dengan yang dibutuhkan, dapat dilaksanakan serta lengkap, jelas dan singkat dan dapat merangsang pihak yang menerima.
Jika perintah yang berlebih-lebihan dan tak dapat masuk akal akan mengakibatkan
kekecewaan bagi karyawan.
10. Suatu organisasi yang relevan secara sosial (a
socially relevant organization) : hendaknya
organisasi/perusahaan itu yang dapat
mempengaruhi pengharapan setiap karyawan.
Kebutuhan-kebutuhan
karyawan yang berubah menjadi keinginan-keinginan, dan bagaimana manajemen
mengarahkan serta menggerakkan atau merangsang untuk mengerjakan pekerjaan yang telah
dibebankan. Hal menggerakkan, mengarahkan, merangsang atau mendorong
seseorang untuk
melaksanakan tugasnya tanpa perasaan dalam keadaan terpaksa demi mencapai sasaran inilah
yang'disebut motivasi. Sesuai yang dikatakan oleh Flippo bahwa, motivasi adalah suatu
keahlian, dalam mengarahkan karyawan dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai
keinginan para karyawan sekaligus tercapai tujuan organisasi.
Motivasi menyangkut
reaksi berantai, yaitu dimulai dari kebutuhan yang dirasakan (The need),
lalu timbul keinginan atau sasaran yang hendak dicapai (Want),
kemudian menyebabkan usaha-usaha mencapai sasaran atau
tujuan yang berakhir dengan kepuasan (Satisfaction).
Suatu perangsang (stimulus) dapat berbentuk material
atau non material yang tercipta oleh internal (keinginan) maupun eksternal (yang bersumber dari
manajer bagi karyawan). Rangsangan yang menciptakan keinginan
(Want) yang mempengaruhi perilaku seseorang. Keinginan inilah menjadi daya penggerak dan
kemauan bekerja. Kemauan bekerja menghasilkan pemenuhan kebutuhan dan
kepuasan. Kebutuhan dan kepuasan mendorong menciptakan perangsang (stimulasi)
selanjutnya dan seterusnya yang merupakan siklus. Lihat selanjutnya gambar
di bawah ini (Malayu 1990:159)
Konsep motif dan
motivasi :
Pengertian Motivasi
Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya
motivasi yang mendorong keinginan seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan. Dan motivasi yang ada dalam
diri seseorang itu akan mewujudkan suati perilaku yang diarahkan pada tujuan
mencapai sasaran kepuasan. Jadi motivasi bukanlah sesuatu yang dapat
diobservasi, tetapi dapat disimpulkan karena perilaku yang tampak. Motivasi
merupakan suatu pendorong oleh sesutu kekuatan dalam diri seseorang untuk
melakukan suatu perbuatan/pekerjaan. Kekuatan pendorong inilah yang disebut
motivasi. Kebutuhan harus diciptakan atau timbul/didorong sebelum memenuhi
sebagai suatu motivasi dan sumber yang mendorong terciptanya suatu kebutuhan
dapat berada pada diri seseorang (seperti melihat makanan yang menarik), atau
dengan adanya makanan dapat menimbulkan rasa lapar.
Dapat diperhatikan gambar di bawah ini sesuai dengan
bukunya Dr. Winardi dengan judul “Manajemen Personalia” halaman 22 :
Keterangan :
Seseoarang
menyadari bahwa timbul tegangan dalam dirinya karena suatu kebutuhan
yang tidak terpenuhi, melalui stimulasi baik intern maupun ekstern melakukan tindakan yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhannya (hal tersebut mungkin didahului oleh tindakan untuk memperbesar tekanan hingga titik kritis). Tindakan itu mengandung tujuan dan diarahkan ke arah suatu perangsang yang menurut anggapannya akan memenuhi
kebutuhan yang dirasakan itu. Apabila ia memperoleh perangsang atau imbalan
tersebut ia akan
mengalami suatu pengurangan tekanan.
Contoh :
Jikalau ia merasakan lapar
(bangkit tegangan), lalu ia mencari sumber pangan (ini suatu
tindakan), kemudian ia melihat makanan di dalam lemari es
(perangsang), ia memakannya sehingga mengurangi rasa lapamya
(pengurangan tegangan).
Perlu diketahui bahwa kebutuhan dan
keinginan setiap anggota atau karyawan berbeda-beda, maka motivasi merupakan
masalah yang kompleks. Setiap anggota/karyawan adalah unik secara
biologis maupun psikologis
dan berkembang atas dasar proses belajar.
Dalam menentukan jalannya suatu perusahaan, manajer hams mengetahui apa yang menjadi motivasi para karyawan
yang berbeda-beda itu. Seperti
yang diuraikan di muka bahwa motivasi dapat timbul oleh faktor internal atau
faktor eksternal yang tergantung dari mana kegiatan dimulai. Motivasi internal itu berasal dari diri pribadi individu, sedangkan motivasi eksternal
dibangun di atas motivasi internal yang datangnya dari pihak manajemen
bagaimana metoda atau teknik-teknik
yang dipergunakan perusahaan untuk memotivasi karyawan. Pelajari kembali teori
McGregor dan Herzberg yaitu
tentang motivator (prestasi kerja, penghargaan, kenaikan pangkat, tanggung
jawab, pekerjaan itu sendiri). Faktor Higienis (kebijaksanaan dan administrasi
perusahaan, pengawasan, hubungan antar
manusia, gaji dan kondisi kerja). Teori McGregor "Y" (kepuasan atas kebutuhan akan penghargaan
dan aktualisasi diri, tanggung jawab, imijinasi dan kreativitas dan penghargaan dan pengandalian
diri). Teori "X"nya (keamanan
di atas segala-galanya, adanya pengarahan lebih disukai, dan kebutuhan adanya
hukuman). Semuanya ini adalah motivasi ekstern. Pendekatan Maslow dan McGregor
serta para pakar lainnya nampaknya berbeda, tetapi pandangan mereka sebenarnya
saling melengkapi.
Motivasi Eksternal
Teori eksternal mengembangkan teori internal bukan mengabaikannya, yang mernjelaskan kekuatan kekuatan
yang dalam diri seseorang yang dipengaruhi faktor-faktor
intern yang dikendalikan oleh manajer melalui metoda atau teknik dengan tujuan agar loyal bekerja para
karyawan. Adapun metoda yang dipakai oleh manajer
yang mempergunakan motivasi eksternal
yang positif yaitu teori Y dari McGregor yang digabungkan dengan
teori X yang dibuat peneiitian tentang
motivasi dan perilaku umum karyawan
di Amerika (dia psikolog sosial di Amerika).
Motivasi positif
merangsang karyawan dengan memberikan
hadiah bagi
setiap yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan motivasi positif ini semangat
bekerja akan meningkat. Motivasi positif j'uga disebut insentif-positif. Di
samping penghargaan juga manajer dalam komunikasi atau pergaulan yang membangkitkan
semangat, dll.
Motivasi
negatif (insentif-negatif) dilakukan pihak manajer dengan memberi disiplin
atau hukuman bila tidak mencapai prestasi atau memberikan ancaman di PHK bila
ada hal yang tak tercapai. Untuk jangka pendek dapat nampak hasilnya tetapi untuk jangka panjang kurang
berhasil, karena motivasi negatif karyawan mengerjakan tugasnya dengan keadaan
takut atau karena kebutuhan untuk hidup. Memang kedua motivasi itu sering
dipergunakan oleh perusahaan untuk tujuan agar mencapai tujuan perusahaan. Hanya
persoalan kapan dipergunakan atau dalam situasi mana. Hal
inilah menjadi suatu pemikiran bagi manajer demi memelihara kestabilan dan nyaman dalam
melakukan pekerjaan oleh karyawan. Seperti dimaklumi bahwa teori Y
dari McGregor dengan anggapan bila dilaksanakan akan lebih
mengarahkan tercapainya motivasi yang lebih tinggi
serta menaikkan kemungkinan terpenuhinya kebutuhan karyawan dan tujuan
perusahaan. Dasar
utama teori Y itu adalah integrasi dan
kerjasama. Dengan integrasi, para karyawan dapat mencapai tujuan
mereka sendiri melalui sumbangan mereka untuk mencapai tujuan perusahaan. Jadi
motivasi eksternal seharusnya cukup fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan
setiap keunikan orang dalam perusahaan. Perlu para manajer memperhatikan dan
penerapan teori X dan Y dalam proporsi sesuai dengan situasi dan kondisi, sebagai anggapan
McGregor begitu juga memanfaatkan motivator-motivator Herzberg. Manajemen harus bertanggung jawab untuk
menciptakan kondisi-kondisi di dalam mana karyawan
akan bersedia bekerja untuk
sasaran-sasaran perusahaan secara
sukarela, karena mereka menikmati
pekerjaan (bukan hanya tempat kerja) dan beranggapan penting melakukan pekarjaan yang baik. Jadi manajemen harus membuang asumsi bahwa pakerjaan harus tidak menyenangkan dan yang terpenting, para pekerja/karyawan dianggap memiliki kemampuan-kemampua kreatif yang belum dimanfaatkan,
dan bila terkekang akan dapat
diarahkan untuk mencapai sasaran-sasaran manajemen.
Teori-teori Proses
Motivasi Ker.ia
1. Teori Pengharapan :
Victor H. Vroom bukunya
"Work and Motivation", antara lain menguraikan :
Vroom
orang yang pertama yang merumuskan teori pengharapan motivasi kerja dalam
tahun 1964. Teorinya ialah menjadi
dasar bagi banyak teori proses
modern dan bagi dasar teoritis penelitian hubungan
prestasi dan kepuasan kerja.
Rumus Vroom yang menyatakan bahwa danpak motivasi
yang diinginkan manajemen dari karyawan sangat dipengaruhi oleh
penilaian karyawan atas :
a. Valensi atau nilai yang diharapkan yang akan dinikmati atas hasil yang dilakukan/dikerjakan dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pribadi.
Menurutnya, ada dua jenis hasil yang dapat dinikmati, yaitu : 1) hasil-hasil langsung (prizer) antara lain
uang, promosi, perasaan mampu dan 2) hasil-hasil sekunder, antara
lain yang timbul dari hasil 'primer
itu, antara lain mobil
yang dapat dibeli dengan uang, karena promosi maka kedudukan lebih
tinggi sehingga rasa bangga berkat
adanya keyakinan akan kemampuan. Hasil sekunder ini berkaitan dengan hirarki kebutuhan Maslow bagian atas (sekunder atau prioritas kedua). Pemotivasian dengan uang, demikian juga dengan faktor lain, akan berhasil apabila karyawan
menginginkan serta yakin bahwa uang
tersebut diperoleh atas
prestasi kerja dengan standar yang
ditentukan oleh perusahaan.
b. Kekuatan Pengharapan (Expectancy)
Teori pangharapan ini
mengatakan bahwa para karyawan akan terdorong untuk berproduksi hanya bila mereka mengharapkan bahwa produktivitas
akan menuju ke suatu tujuan yang mereka hargai. Jelasnya, bahwa peningkatan usaha/kegiatan akan menuju ke peningkatan prestasi, dan peningkatan prestasi akan menghasilkan
kepuasan kerja akibat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
karyawan. Barangkali karyawan akan menilai imbalan jasa yang diteriimanya cukup tinggi, namun bila imbalan tersebut hanya akan mempunyai dampak kecil
atas perilaku jika tidak merasakan : 1) kemampuan pribadi sesuai dengan
persyaratan atau standar yang ditentukan, dan 2) hubungan yang jelas antara
perilaku yang diinginkan dengan hasil yang dinilai. Jadi pengharapan
(expectancy) pertama yang harus diperkirakan adalah hubungan antara
usaha/kegiatan dengan prestasi. Pada umumnya bahwa karyawan yang terampil/terlatih serta berpengalaman akan memperkirakan
pengharapan yang lebih tinggi
daripada karyawan yang baru yang belum terampil atau belum terlatih. Begitu
juga bahwa pongharapan dapat dikendalikan secara lebih efektif pada permulaan
masa kerrja, karena keadaan pekerja
baru umpamanya masih polos dan pengharapan perbaikan nasib masih lebih
mendambakan. Manajer yang baru umpamanya masih lebih mudah dipengaruhi
oleh pengharapan-pengharapan
atasannya. Teori pengharapan (Expectancy) menggariskan, sebagai berikut:
1. Usaha atau kegiatan yang lebih besar harus
diharapkan menghasilkan prestasi. Umumnya memang demikian. Tetapi bila kegiatan/usaha dirasakan tidak ada
hubungannya dengan produksi (suatu
tujuan lain dari perusahaan), para pekerja
tidak atau kurang mengerahkan tenaganya.
2. Prestasi haruslah diharapkan akan menghasilkan
suatu macam kegunaan/manfaat atau
beberapa kegunaannya. Perhatikan
bahwa pengharapan dalam suatu usaha, menghasilkan/memberikan manfaat yang tidak
sama satu sama lainnya. Umpamanya bagi karyawan relatif muda atau
kurang pengalaman, tidak akan mengharapkan (kecil harapannya akan mendapat kenaikan pangkat atas usaha kerja keras, karena
promosi yang didasarkan atas
senioritas), hanya mungkin mengharapkan suatu imbalan penghargaan atau pujian. Tidak
sedikit karyawan yang mengetahui bahkan mengalami serta yakin bahwa
imbalan atas pekerjaan baik tidak
mendapatkan apa-apa. Maka mereka kenyataannya yakin bahwa kerja keras tidak membawa hasil, karena
tidak pernah mungkin dilihat atau yang dikenal menerima genjaran/imbalan atas
usaha-usaha baik, malah mereka rugi baik dari segi waktu, tenaga maupun
materi. Karyawan-karyawan seperti ini tidak
mungkin dimotivasi, kecuali jika
pengharapan-pengharapan yang mereka rasakan diubah.
3. Daya upaya (Maslahat) harus memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang penting bagi karyawan.Daya upaya yang berhasil baik atau.bermanfaat ada kalanya tergantung atas persetujuan
rekan, namun jika karyawan menginginkan bentuk uang, persetujuan rekan tersebut
menjadi kurang
termotivasi. Tentu saia tingkat ini variabel-variabel
kepribadian ikut berperan. Ada orang mungkin
termotivasi atas suatu pujian dan
pada saat yang berbeda tidak termotivasi karena suatu pujian, karena lebih butuh umpamanya imbalannya berbentuk uang.
4. Kepuasan yang diperoleh dari
usaha/kegiatan/pekerjaan harus cukup untuk membuat usaha menjadi
berharga. Sering kali para karyawan mempunyai
konsep-konsep ekuitas (equity) atau kewajaran/keadilan yang kuat sebagai imbalan
hasil atau prestasi kerja kurang
wajar/layak dan adil, mereka tidak akan mungkin bekerja keras. Ingat pelajaran tentang kompensasi yang telah diterangkan (tentang konsistensi internal dan konsistensi eksternal). Mereka dipengaruhi oleh sikap rekan-rekan sekerja dan oleh membanding-bandingkan antara
imbalan orang lain.
5. Akhirnya harus ada umpan balik : motivasi mungkin
akan merosot jika para
pekerja/karyawan tidak yakin
apakah usaha-usaha mereka akan membawa hasil atau tidak. Teori psikologi
mengatakan bahwa
motivasi lebih besar, jika usaha langsung diikuti oleh suatu hasil, dengan
perkataan lain, jika hasil/imbalan ditunda
terlalu lama, motivasi akan memudar atau terganggu.
3.
ACHIEVEMENT MOTIVATION THEORY
Teori ini dikemukan oleh David Mc Clelland, dia adalah mantan Direkrur Pusat Penelitian Kepribadian di Universitas Harvard. Bersama kawan-kawannya mempelajari masalah
yang berkaitan dengan keberhasilan
seseorang (the needs to achieve =
kebutuhan-kebutuhan untuk dicapai). Teori ini mengemukakan bahwa karyawan
mempunyai cadangan energi yang potensial
yang penggunaannya tergantung bagaimana
akan dapat digunakan/dilepaskan oleh kekuatan dorongan
(motivasi) seseorang dalam situasi serta peluang yang
tersedia. Energi akan dapat dimanfaatkan oleh karyawan oleh dorongan,
sebagai berikut :
a. Kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat.
Hal ini dipengaruhi suatu stimulasi (rangsangan) dari eksternal setelah memahami kebutuhan yang berubah menjadi keinginan.
b.
Harapan keberhasilannya :
dengan ada harapan untuk berhasil, jika
tak mengharapkan
akan keberhasilan perilaku tak akan termotivasi.
c.
Nilai
insentif yang terlekat pada tujuan itu sendiri.
Menurut Drs
Hasibuan (1990 : 180, 181),
bahwa faktor yang dapat memotivasi seseorang adalah,
sebagai berikut :
a.
Kebutuhan
akan prestasi (Need for Achievement = n Ach)
Kebutuhan prestasi ini merupakan daya penggerak
yang memotivasi semangat kerja seseorang. Karyawan akan antusias untuk ber-prestasi, maka usahanya semaksimal mungkin
digunakan.
b.
Kebutuhan
akan Afiliasi (Need for Affliation = N Af)
Kebutuhan afliasi
menjadi penggerak untuk memotivasi semangat seseorang bekerja giat, dan menginginkan:
1.
Kebutuhan
akan perasaan diterima oleh orang lain di ling-ngungannya sendiri di mana ia bekerja (sense of belonging)
2.
Kebutuhan
akan perasaan dihormati karena merasa diri pen-ting (sense of importance).
3.
Kebutuhan
akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement).
4.
Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of
participation).
c.
Kebutuhan
akan Kekuasaan (Need for power = N Pow)
Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Ego manusia yang ingin lebih berkuasa dari orang lain sehingga menimbulkan persaingan. Karena itu kebutuhan akan kekuasaan (n POW) ini yang merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia yang ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya sehingga menimbulkan persaingan. Persaingan ini oleh manager ditumbuhkan secara sehat dalam memotivasi bawahan, supaya mereka termotivasi untuk berkerja giat.
Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Ego manusia yang ingin lebih berkuasa dari orang lain sehingga menimbulkan persaingan. Karena itu kebutuhan akan kekuasaan (n POW) ini yang merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia yang ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya sehingga menimbulkan persaingan. Persaingan ini oleh manager ditumbuhkan secara sehat dalam memotivasi bawahan, supaya mereka termotivasi untuk berkerja giat.
Selanjutnya
menurut "Achievement Motivation Theory" dari David Mc
Clelland bersama kawan-kawannya mempelajari persoalan yang berkaitan dengan
keberhasilan seseorang dalam pekerjaannya atau berhasil mencapai sesuatu, memlliki ciri-ciri, sebagai berikut:
a. Bila mereka menentukan tujuan
secara wajar (tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah). Namun
tujuan itu cukup merupakan tantangan (challenge) untuk dicapai dengan baik dan
tepat.
b. Bila mereka menentukan tujuan yang sekiranya
diyakini benar akan tercapai
dengan baik dan tepat.
c. Bila
mereka senang dengan pekerjaan tersebut dan merasa berkepentingan atau concerned
dengan keberhasilannya sendiri.
d. Bila lebih suka
bekerja di dalam pekerjaan yang dapat memberikan gambaran bagaimana
keadaan pekerjaannya.
Menurut teori motivasi Claude S. George, mengemukakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan
tempat dan suasana kerja di lingkungan ia bekerja,
yaitu dengan :
a. Upah yang wajar/layak dan adil
b. Kesempatan untuk maju dan promosi
c. Pengakuan sebagai individu
d. Keamanan kerja
e. Tempat kerja yang baik
f. Penerimaan
oleh kelompoknya
g. Perlakuan yang wajar
h. Pengakuan atas prestasi
Model-model
Motivasi:
Model motivasi berkembang dari teori
klasik menjadi teori modern,
sesuai dengan perkembangan peradaban dan iptek motivasi menurut Drs. Melayu
Hasibuan (1990 : 164-165), sebagai berikut :
a. Model tradisional : memberikan
insentif (uang/barang) kepada
karyawan yang berprestasi baik. Semakin banyak produksi semakin banyak/semakin besar insentifnya. Jadi motivasi ini adalah hanya dimotivasi karena insentif.
b. Model
hubungan manusiawi = mempertimbangkan
kebutuhan sosial karyawan. Supaya karyawan bergairah kerja dilakukan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka serta membuat
mereka merasa berguna dan
penting. Dengan demikian mereka merasa bebas untuk membuat keputusan dan
kreativitas dalam pekerjaannya.
Diperhatikan baik material maupun non material untuk meningkatkan motivasi
kerja mereka. Lain halnya dengan model
tradisional yang hanya menitik
beratkan pemberian insentif yang berbentuk materi dan
tidak memperhatikan insentif kebutuhan sosial karyawan.
c. Model sumber daya manusia : menawarkan tanggung jawab yang bertambah.
Model ini mengatakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya insentif berupa materi
atau keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Karyawan cenderung merasa puas karena prestasi kerja yang baik. Model SDM ini timbul karena kritikan
dari a.l. Argyris, Mc Gregor, Maslow dan Libert. Pendapat mereka ialah bahwa motivasi
yang penting bagi karyawan (menurut Sumber Daya Manusia) adalah pengembangan
tanggung jawab bersama untuk mencapai tujuan organisasi dan anggota-anggota
organisasi, di mana setiap karyawan menyumbangkan sesuai dengan kepentingan dan
kemampuan mereka. Jadi diberikan
tanggung jawab dan kesempatan yang lebih luas untuk mengambil keputusan/kebijaksanaan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Tujuan Motivasi ialah, sebagai berikut:
a. Meningkatkan
moral dan kepuasan kerja karyawan
b. Meningkatkan
produktivitas kerja karyawan
c. Mempertahankan
kestabilan karyawan
d. Meningkatkan
kedisiplinan karyawan
e. Mengefektifkan
pengadaan karyawan
f. Menciptakan
suasana dan hubungan kerja yang baik
g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan
h. Meningkatkan
tingkat kesejahteraaan karyawan
i. Mengurangi/menghindari labor turn over.
Menurut
Edwin B. Flippo bahwa "Direction or Motivation is essence, it is a skill in aligning employee and organization interest so that behavior result
in achievement of employee want simultaneous with attainment or organizational objectives”.
6. Kepemimpinan Dalam
Organisasi
Di
muka telah diuraikan bahwa motivasi dapat
didifinisikan sebagai suatu yang
terdiri dari kekuatan internal dan ekstarnal. Motivasi internal ditentukan oleh orang
itu sendiri dan didasarkan atas
kebutuhan dan keinginannva. Motivasi
eksternal dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti gaji, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan,
penghargaan, promosi dan sebagainya.
Sekarang sebagai
pertanyaan : "Bagaimana cara
seorang manajer/pemimpin perusahaan
untuk mengendalikan faktor-faktor tersebut dan
begaimana cara memotivasi para karyawan bekerja. Hal ini sangat menentukan seberapa jauh efektif tidaknya seorang manajer sebagai pemimpin suatu perusahaan. Kepemimpinan suatu organisasi merupakan suatu faktor yang penting dan menentukan berhasil
tidaknya organisasi yang dipimpinnya itu.
Mengelola suatu organisasi atau perusahaan bukan hanya mengelola sumber daya lainnya, akan tetapi mengelola sumber daya manusianya sebagai asset
perusahaan yang utama adalah memerlukan suatu keterampilan khusus yang termasuk
teori-teori manajemen, prinsip dan teori
kepemimpinan. Kemampuan dalam kepemimpinan harus melekat erat pada seseorang manajer perusahaan. Sikap dan gaya serta perilaku kepemimpinan manajer sangat besar pengaruhnya terhadap
organisasi yang dipimpinnya, bahkan dapat berpengaruh terhadap produktivitas
perusahaan itu sendiri. Kepemimpinan itu adalah sebagai inti daripada manajemen, dan
inti dari kepemimpinan itu sendiri adalah pengambilan keputusan (decision
making), inti dari pengambilan keputusan adalah human relation (hubungan antar manusia). Sehingga
dengan demikian, maka baik buruknya manajemen, tergantung pada baik buruknya kepemimpinan.
Sedang baik buruknya kepemimpinan tersebut sangat bergantung kepada baik
buruknya human relation dalam perusahaan yang dipimpinnya itu.
Sering
orang mencampur-adukkan pengertian pemimpin dengan manajer, memang dalam tugasnya ada perbedaan.
Manager melaksankan fungsi-fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
Sedangkan pemimpin hanyalah membutuhkan kemampuan untuk .mempengaruhi perilaku
orang-orang yang dipimpinnya tanpa melaksanakan fungsi-fungsi manajemen (dia tidak
perlu melaksanakan seluruh fungsi seperti seorang manager). Tetapi
seorang manajer di samping melaksanakan fungsi manajemen, dia
harus membenahi diri bagaimana mempengaruhi bawahannya untuk bekerja.
Jadi seorang manajer di samping mampu melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, dia harus dapat atau mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi para karyawan untuk
bekerja sesuai dengan tujuan perusahaan yang dibatasi oleh peraturan-peraturan birokrasi, sedangkan seorang pemimpin memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang
lain atau kelompok tanpa dibatasi oleh peraturan birokrasi yang dimaksud.
Seseorang dapat disebut pemimpin jika ia dapat mempengaruhi perilaku
orang lain atau kelompok untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu, meskipun tidak
ada ikatan-ikatan yang formal dalam
organisasi.
Teori-teori
tentang pemimpin:
a. Teori
genetis (hereditary theory)
Teori ini mengatkan bahwa "leaders are born and not made". Penganut
teori ini meapercayai bahwa seorang pemimpin telah sejak lahir mempunyai
bakat kepemimpinan (dibawa lahir tanpa dikembangkan atau menjadi suatu takdir).
b. Teori
Sosial
Teori
genetis menitikberatkan kepada faktor keturunan, sedangkan teori sosial
ini sebaliknya mengatakan "leaders are made and not born" (bukan dari
faktor keturunan akan tetapi seorang dapat menjadi pemimpin bila mendapat kesempatan memperoleh
pendidikan dan pengalaman.
c. Teori
Ekologis
Penganut
teori ekologis berpendapat bahwa seseorang berhasil menjadi pemimpin yang baik
apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat kepemimpinan, yang kemudian dikembangkan melalui
pendidikan yang baik serta pengalaman-pengalaman yang memungkinkan dapat
mengembangkan lebih lanjut
bakat-bakat yang telah dimilikinya.
Teori
ini menggabungkan kedua teori tersebut di atas dari segi positifnya yang
mendekati kebenarannya. Akan tetapi masih memerlukan penelitian yang lebih
mendalam tentang timbulnya seorang pemimpin yang berhasil. Menurut Keith Davis
dalam bukunya yang berjudul "Human Behavior. at Work”,halaman
100 mengikhtisarkan ada empat ciri utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi,
sebagai berikut
a. Kecerdasan
(Intellegence)
Penelitian-penelitian pada
umumnya menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang
lebih tinggi daripada pengikutnya, tetapi tidak terlalu berbeda.
b. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas (Social maturity and breadth).
Pemimpin cenderung mempunyai
emosi yang stabil dan dewasa atau
matang, serta mempunyai
kegiatan-kegiatan dan perhatian yang luas.
c. Hotivasi diri dan dorongan berprestasi
Pemimpin secara relatif mempunyai motivasi dan
dorongan berprestasi yang tinggi. Lebih bekerja keras untuk nilai intrinsik
(nilai benar) daripada ekstrinsik (nominal).
d. Sikap-sikap
hubungan manusiawi
Seorang pemimpin yang sukses akan mengakui harga diri
dan martabat pengikut-pengikutnya,
mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada karyawan.
Ciri-ciri yang dikemukakan Davis di atas hanyalah salah satu daftar di antara
banyak kemungkinan sifat-sifat penting dari kepemimpinan organisasional. Teori
sifat kepemimpinan ini lebih bersifat deskriptif tetapi dengan nilai analitis
dan prediktif yang rendah.
Teori-teori tentang kepemimpinan
Telah
banyak orang melakukan penelitian dan studi tentang kepemimpinan
dan mempunyai berbagai macam teori tentang kepemimpinan tersebut. Dan banyak
pengikut pada setiap teori itu yang menganggap bahwa teori
mereka/masing-masing yang benar dan tepat.
Dewasa ini sungguh banyak yang kita ketahui tentang kepemimpinan bila dibandingkan pada masa yang lampau, tetapi belum memiliki teori lengkap secara integrasi. Perlu dicatat
bahwa gaya kepemimpinan terdiri atas suatu jalinan faktor yang
sangat kompleks dan dapat dipengaruhi
oleh skill kepemimpinan, pengalamannya, kesadarannya akan harkat dirinya, jenis
pengikut, interaksi dan iklim organisatoris.
Menurut G.R.Terry dalam bukunya "Principles of Management”, mengemukakan delapan buah teori kepemimpinan,
sebagai berikut:
1. Teori Otokratis (The Autocratic Theory)
2. Teori Psikologis (The Psychologic Theory)
3. Teori Sosiologis (The Sosiologic Theory)
4. Teori Supportif (The Supportive Theory)
5. Teori Laissez Faire (The Laissez Faire Theory)
6. Teori Kelakuan Pribadi (The Personal Behavior
Theory)
7. Teori Sifat (The Trait Theory)
8. Teori Situasi (The Situational Theory)
ad. 1. Teori Otokratis
Menurut
teori ini mendasarkan
atas perintah-perintah, paksaan dan
tindakan yang agak arbitrer dalam hubungan
antara pemimpin dengan pihak bswahan. Pemimpin mencurahkan
perhatiannya kepada pekerjaan, dan
pengawasan sangat ketat dengan maksud agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
rencana. Bila ada pelanggaran dilaksanakan disiplin sebagai sanksi.
ad. 2. Teori Psikologis
Teori
ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah mengembangkan sistem motivasi kerja yang terbaik
untuk merangsang karyawan demi
tercapainya sasaran serta terpenuhi tujuan karyawan
ad. 3. Teori Sosiologis
Dalam
pengambilan keputusan diikutsertakan para pengikut. Identifikasi tujuan kerap kali memberikan petunjuk
yang diperlukan oleh
karyawan/pengikut. Perlu juga diingat bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sangat
mempengaruhi interaksi antara karyawan, kadang-kadang hingga tingkat timbulnya konflik yang merusak di
dalam atau di antara kelompok-kelompok. Di sini
sangat diharapkan bagi seorang pemimpin untuk mengambil tindakan korektif melalui pengaruh
kepemimpinannya untuk mengembalikan kesuasana harmonis serta usaha kooperatif
antara karyawan
ad. 4. Teori Supportif
Teori
ini ada yang mengatakan sebagai teori partisipatif atau democratic theory of leadership karena
mengembangkan saran-saran mengenai bagaimana melaksanakan pekerjaan yang lebih baik, perbaikan apa yang dapat dicapai serta ide baru mana
yang harus dicoba. Untuk usaha tersebut pemimpin menciptakan suatu lingkungan
kerja yang mendorong keinginan karyawan untuk melaksankan suatu pekerjaan
yang sebaik mungkin, bekerja sama.
ad. 5. Teori Laissez-Faire
Teori ini berdasarkan bahwa pemimpin
memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada setiap karyawan untuk menentukan
aktivitas mereka. Teori ini kebalikan dari teori otokratis. Kelompok cenderung membentuk/mengangkat seorang pemimpin informal yang mereka anggap
berpengaruh serta berwibawa. Pemimpin
formal hampir tidak menunjukkan partisipasinya karena sangat mempercayai dan memberikan seluas mungkin kepada setiap karyawannya
dalam aktivitas mereka.
ad. 6. Teori Kelakuan Pribadi
Menurut teori ini bahwa seorang pemimpin tidak akan bertindak sama atau tidak berkelakuan
sama/identik dalam setiap situsi yang dihadapinya. Ia bersifat fleksibel pada
tingkat tertentu dengan beranggapan bahwa ia akan perlu mengambil langkah yang paling tepat dalam
menghadapi masalah tertentu.
ad. 7.
Teori Sifat
Sudah banyak usaha dilakukan orang untuk
mengidentifikasi sifat pemimpin yang dipergunakan untuk menerangkan dan
meramalkan keberhasilan kepemimpinan. Sifat-sifat yang dianggap yang dimiliki
seseorang pemimpin, a.l.:
1. Intelligensi
Intelligensi seorang pemimpin dengan sendirinya
hendaklah relatif tinggi untuk berhasil hingga suatu tingkat inteligensi tertentu agar mampu cara
berpikir/kemampuan analitis menghadapi situasi atau masalah yang
rumit/kompleks.
2. Inisiatif
Kemampuan untuk bertindak sendiri serta mengatur
tindakan-tindakan dan kemampuan melihat arah tindakan yang tidak terlihat oleh
pihak lain.
3. Energetik
Hendaknya pemimpin bersifat energetik dalam usaha mencapai tujuan yang dapat menonjol
daripada yang dipimpinnya, termasuk energi berpikir dan fisik sangat
diperlukan.
4. Kedewasaan Emosional
Cara bertindak dan berpikir lebih dewasa secara obyektif dan
persistensi. Dapat meramalkan secara intuisi yang akan ingin dicapainya hari ini, tahun depan
atau beberapa tahun umpamanya lima tahun depan. Ia bersedia bekerja lama dan menunjukkan
sikap lebih anthusias serta energetik di antara bawahannya.
'•
slc^^emimnindaoat mempengaruhi baWahannya secara Per-
suasif
untuk menyetujui suatu ide yang diutarakannya.
c nV; -i i Komunikatii*
t I rg
nemimpin me.iliki k.mampuan berbicara atau mengemu-ksv3 -de baik melalui lisan maupun tertulis dengan
3elas aan S: S,~ erta dapat cePat
mengetahui/men5a.bil in Xdarker-
ta,
o-arg lain atau pendapat-pendapat orang laxn. Ia mam
informatif
serta stxmulatxf. ^daptao.^-7 Pe^caya diri sendiri
slkap dan tindakan terhadap berbagai
macam kondxsx dan sx-tuasi nunoukkan cukup matang/dewasa berdasarkan percaya Pa-iri-i
sendiri berdasarkan pengalaman-Pengalamannya Berkeya ^
untuk mengatasi permasalahan yang sangat pelxt/sukar.
8-
K::::pi;r:tau kapaSitaS ^ —*-~«~ ^
(inovatif)
dan dapat merintis oalan yang baru untuk memecah-kan sebuah problema.
9"
reXlfkap^san yang dapat dilaksanakan oleh aparatur pe-
laksana
sesuai dengan kemampuan dan sumber-sumber yang terse-
dia.
10. Pendidikan umum yang luas
Untuk mempunyai pengetahuan/pendidikan yang umum dan luas
tidak perlu diidentikkan
dengan pendidikan tinggi dengan gelar akademis, akan tetapi karena sifat ingin tahu mendorong ia harus
mempelajari berbagai aspek yang dituntut oleh
pelaksanaan tugasnva. Ia adalah seorang "generalis" bukan atau tidak perlu menjadi seorang "specialist" (dengan
memiliki technical skill) yang mendalam. Seorang
generalist akan mampu untuk mengembangkan
"managerial skill".
ad. 8. Teori Situasi
Pendekatan teori
situasi ini, kepemimpinan multidimensi yang terdapat cukup banyak sifat
fleksibilitas untuk menyesuaikan diri dengan berbagai jenis situasi. Pada teori
ini, dianggap bahwa kepemimpinan terdiri atas tiga macam unsur : a. Pemimpin,
b. Pengikut, c. Situasi. Situasilah yang dianggap terpenting karena mempunyai
paling banyak variable. Selanjutnya Fielder berpendapat bahwa ada tiga dimensi digunakan untuk mengukur efektivitas pemimpin, yang mencakup :
1. Tingkat kepercayaan para pengikut
terhadap pemimpin
2. Tingkat hingga di mana tugas para pengikut (hanya bersifat
rutin atau terstruktural kurang baik)
3. Tingkat kekuasaan yang inhaeren
(bersangkut paut) dengan posisi kepemimpinan.
Tingkat kepercayaan
pengikut terhadap pemimpin yaitu bagaimana hubungan pimpinan dengan anggota/pengikut. Bagaimana tingkat dalam
struktur tugas. Bagaimana posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan melalui
wewenang formal. Situasi-situasi tersebut di atas menguntungkan bagi pemimpin
bila ketiga dimensi derajatnya tinggi.
GAYA - GAYA KEPEMIMPINAN
Ciri,
corak atau gaya kepemimpinan (leadership styles)
seorang manajer akan sangat berpengaruh terhadap efektivitas
seorang pemimpin. Tipe kepemimpinan atau gaya kepemimpinan yang benar/baik
disertai dengan motivasi eksternal yang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan individu.karyawan maupun tujuan organisasi/perusahaan. Sebaliknya dengan gaya
kepemimpinan atau teknik motivasi yang tidak tepat, maka tak dapat mengarahkan
ke arah pencapaian tujuan baik perorangan maupun organisasi, dan akan terbengkalai serta karyawan-karyawan akan
merasa kesal, gelisah, unjuk rasa
dan tidak merasa kepuasan dalam melaksanakan tugas-tugas. Gaya kepemimpinan
adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Di muka telah
diuraikan secara relatif ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda :
otokratis, demokratis (partisipatif) dan laissez-faire. Hal ini pasti mempunyai
kelemahan-kelemahan dan
keuntungan-keuntungan. Kebanyakan
manajer mempergunakan
ketiganya pada suatu waktu, tetapi dapat
dibedakan apa sebagai pemimpin yang otokratis, demokratis atau laissez-faire. Dan perbedaan gaya
kepemimpinan dalam suatu
perusahaan/organisasi akan mempengaruhi pula pada
partisipasi individu dan perilaku
kelompok. Sebagai contoh : partisipasi dalam pengambilan keputusan pada gaya
kepemimpinan demokratis akan
mempunyai dampak pada peningkatan hubungan manajer dengan bawahan, akan menaikkan moral serta kepuasan kerja dan hasilnya juga akan menurunkan ketergantungan bawahan
terhadap pemimpin. Tetapi hal ini
kadang-kadang menimbulkan kerugian dengan menurunnya produktivitas dan sulit mengambil
keputusan yang dapat memuaskan semua pihak.
Lebih dapat dihindari pada gaya kepemimpinan otokratis. Kepemimpinan demokratis cenderung
mengikuti pertukaran pendapat antara orang-orang yang terlibat. Dalam kepemimpinan
laissez-faire, pemimpin hanya dapat memberikan kepemimpinannya bila
diminta.
Di
bawah ini akan digambarkan tiga gaya kepemimpinan :
OTOKRATIS
|
DEMOKRATIS
|
LAISSEZ-FAIRE
|
|||
1.
|
Semua
penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin
|
1.
|
Semua
kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan
dorongan dan bantuan dari pemimpin
|
1.
|
Kebebasan
penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengnan partisipasi minimal dari
pemimpin
|
2.
|
Teknik-teknik
dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah
yg ada selalu tdk pasti untuk tingkat yg luas
|
2.
|
Kegiatan-kegiatan
didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, bila
dibutuhkan petunjuk tekhnis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif
prosedur yang dipilih
|
2.
|
Bahan-bahan
yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap
bila akan memberikan informasi pada saat ditanya. Dia tidak mengambil bagian
dalam diskusi
|
3.
|
Pemimpin
biasanya mendikte tugas kerja bagian
dan kerja bersama setiap anggota
|
3.
|
Para
anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas
ditentukan oleh kelompok
|
3.
|
Sama
sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas
|
4.
|
Pemimpin
cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap
anggota; mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila
menunjukkan keahliannya
|
4.
|
Pemimpin
adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya dan mencoba
menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa
melakukan banyak pekerjaan
|
4.
|
Kadang-kadang
memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak
bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian
|
Sumber : Ralp White dan Ronald Lipiit, Autocracy and
Democracy,
Harper &. Row Publishers, Inc., I960, halaman 26-27.
Tipe-tipe Kepemimpinan
Kepemimpinan
Otokratis lebih banyak menghadapi masalah pemberian perintah kepada bawahan.
Kepemimpinan Demokratis cenderung
mengikuti pertukaran pendapat antara orang-orang yang terlibat. Kepemimpinan
Laissez-faire, pemimpin memberikan kepemimpinannya bila diminta.
Kepemimpinan Sebagai Sistem Pengaruh
Dalam gambar di bawah ini
menunjukkan bagaimana inti kepemimpinan meniadi pengaruh, yang meliputi
sistem interaksi antara pemimpin, kelompok dan situasi. Pemimpin mempengaruhi
kelompok dan situasi. Situasi mempengaruhi
pemimpin dan kelompok. Kelompok mempengaruhi pemimpin dan situasi. Jadi tiap subsistem mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
subsistem yang lain.
Sumber
: Prof. DR. Sukanto Reksohadiprodjo,
M. Com
Drs. T. Hani Handoko, MBA
(1989 : 296)
Terminology gaya dapat dikatakan sama dengan perilaku pemimpin, merupakan cara bagaimana pemimpin
mempengaruhi para bawahannya. Studi Hawthorne diinterpretasikan dalam istilah gaya pengawasan, teori X
dari Douglas MCGregor mencerminkan gaya otokratis dan teori Y-nya menunjukkan
gaya kepemimpinan humanistik. Dan
gaya-gaya hubungan manusiawi
dan orientasi memainkan peranan lansung
dalam teori Contingency Fiedler.
Berabagai macam gaya
kepemimpinan yang telah diuraikan di atas maka dapat menjadi suatu rangkaian
kesatuan, sbb :
Sumber : Buku yang sara di
atas halaman 300.
Gaya-gaya Efektif
1.
Eksekutif
(executive)
Gaya ini memberikan perhatian besar baik
terhadap tugas maupun karyawan. Manajer gaya ini adalah seorang motivator yang
baik, menetapkan standar tinggi, menyadari perbedaan-perbedaan individual dan
mempergunakan manajemen tim.
2.
Pembangun
(developer)
Gaya ini memperhatikan maksimum terhadap
karyawan dan perhatian minimum terhadap tugas. Manajer dengan gaya ini
mempercayai penuh karyawannya dan mengembangkan mereka.
3.
Otokrat penuh
kebajikan (benevolent autocrat)
Gaya ini memperhatikan maksimum tugas dan minimum perhatian kepada karyawan. Manajer mengetahui
secara tepat apa yang diinginkan dan cara memperolehnya tanpa
menyebabkan timbulnya kebencian atau kemarahan para
karyawan.
Gaya-gaya Tidak Efektif
1.
Kompromis
(compromiser)
Gaya manajer seperti ini adalah gaya seorang pengambil keputusan yang lemah
karena memberikan perhatian besar baik terhadap tugas maupun karyawan dalam situasi yang hanya memerlukan penekanan salah satu di antaranya.
2.
Missionaris (missionary)
Manajer ini terlalu baik hati dan lemah yang menilai keharmonisan yang terpenting.
Perhatiannya maksimum terhadap karyawan dan perhatian minimum terhadap tugas.
3.
Otokrat (Autocrat)
Manajer tidak/kurang nempercayai karyawan, menentukan segala-nya dan mamentingkan hanya pekerjaan. Perhatian maksimum
kpd. tugas dan perhatian
minimum terhadap karyawan.
4.
Pelarian
(deserter).
Manager yg pasif dan tidak mau terlibat (acuh tak acuh).
Perhatian minimum terhadap tugas dan karyawan.
7.’Kepuasan Kerja,
Stress, dan Disiplin
Seperti yang telah dikatakan terlebih dahulu bahwa sumber daya manusia
adalah aset yang utama dari setiap organisasi/perusahaan. Oleh sebab itu
perusahaan hendaknya senantiasa mengupayakan bagaimana memciptakan kepuasan
kerja bagi setiap karyawan. Sumber daya manusia itu adalah makhlik sosial yang
suka bermasyarakat, bergaul untuk salah satu tujuan memperoleh kepuasan. Bila
seseorang merasa kepuasan dengan sendirinya dapat terlihat dari wajahnya,
perilakunya disebabkan kepuasan, kebahagiaan, maka dalam mengerjakan apa saja pekerjaannya akan
terdorong dengan perasaan kepuasan yang
dimaksud, dan sebaliknya bila manusia itu tak merasa kepuasan dia tak akan berhenti sampai mencari kepuasan dan bila tak kunjung dapat ia
akan berakibat kesal, malas dan tak bergairah untuk melaksanakan tugasnya.
Manusia itu unik berbeda
dengan sumber daya lainnya karena memiliki perasaan,
pikiran untuk dapat bertindak berbuat sesuatu sesuai dengan kehendaknya demi tercapainya
kepuasan. Untuk mem-pengaruhi prestasi kerja karyawan ada banyak faktor.
Karyawan bekerja dengan produktif atau tidak, tergantung pada
motivasi, kepuasan kerja, kondisi fisik pekerjaan, tingkat stress,
sistem-kompensasi (balas jasa), desain pekerjaan dan aspek-aspek ekonomis, teknis
serta keperilakuan lainnya.
Bagi manajemen,
faktor-faktor tersebut sangat penting untuk diketahui/dipahami agar dapat memilih faktor-faktor peningkatan produktivitas
yang sesuai dengan situasi tertentu. Dua kondisi utama karyawan yang semakin
penting untuk meningkatkan produktivitas karyawan, ialah masalah kepuasan kerja dan stress. Maka manajemen perlu membuat program konseling dan bagaimana
cara program itu diterapkan. Program konseling itu merupakan kegiatan
personalia yang mempengaruhi langsung pada kepuasan kerja, motivasi dan reaksi terhadap stress. Bila program serta
penerapannya tidak berhasil dan karyawan masih tetap
tidak menunjukkan prestasi kerja (tidak memadai), maka akan ditempuh pemberian
berbagai disiplin, seperti yang akan diuraikan pada tulisan akhir.
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja atau
"Job Satisfaction" adalah suatu
keadaan emosional : baik yang
menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan
bagi karyawan dalam melaksanakan tugasnya.Kepuasan kerja dapat mencerminkan
perasaan seseorang terhadap pekerjaan atau tugasnya. Jika seorang karyawan
menampakan sikap positif terhadap pekerjaannya dalam lingkungan pekerjaannya.
Inilah menjadi tugas penting dari departemen personalia yang harus selalu
memonitor kepuasan kerja, karna hal itu dapat mempengaruhi: tingkat absensi,labor turnover (perputaran tenaga kerja), semangat kerja, fatigue
(keletihan yang kurang beralasan), serta masalah-masalah personalia vital lainnya.
Fungsi personalia
mempunyai
pengaruh langsung dan tidak langsung pada kepuasan kerja. Fungsi personalia dapat melaksanakan
kontak langsung dengan para penyelia dan karyawan dengan berbagai cara untuk
mempengaruhi mereka. Disamping itu berbagai kebijaksanaan dan kegiatan
personalia mempunyai dampak pada iklim / situasi lingkungan organisasi. Iklim
organisasional ini memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan bagi orang orang dalam organisasi; dimana hal itu
selanjutnya akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
Di bawah ini dikutip suatu gambar dari buku
T.Hani Handoko “Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia” (1985:144)
sebagai pengaruh fungsi personalia pada kepuasan kerja:
Biasanya atau pada umumnya anggapan bahwa
para karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaannya dengan lebih baik.
Tetapi ada juga bahkan banyak karyawan dengan kepuasan kerja tinggi tidak
menjadi karyawan yang produktivitasnya tinggi, bahkan hanya sebagai karyawan
rata-rata. Tetapi bagaimanapun juga, kepuasan kerja perlu untuk memelihara
karyawan agar lebih tanggap terhadap lingkungan motivasional yang diciptakan.
Sering dipertanyakan, apakah kepuasan kerja mengarahkan ke pelaksanaan kerja
lebih baik, atau sebaliknya, prestasi kerja menimbulkan kepuasan. Hal ini sama
dengan pertanyaan tentang, “Manakah yang lebih dahulu muncul antara ayam dengan
telur ayam”. Dalam kenyataannya, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa
kepuasan kerja yang lebih tinggi terutama dihasilkan oleh prestasi kerja, bukan
sebaliknya, seperti gambar dibawah ini (T. Hani Handoko 1985:145):
Keterangan:
Prestasi kerja yang lebih baik
mengakibatkan /menghasilkan penghargaan yang lebih baik. Bila penghargaan itu
dirasakan adil dan memadai, maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat,karna
mereka menerima penghargaan dalam proporsi yang sesuai dengan prestasi kerja
mereka. Di lain pihak, bila penghargaan
dirasa tidak memadai/setimpal untuk suatu tingkat prestasi kerja mereka,
ketidakpuasan kerja akan cenderung terjadi /timbul. Kondisi kepuasan atau
ketidakpuasan kerja tersebut, selanjutnya menjadi umpan balik yang akan
mempengaruhi prestasi kerja pada waktu akan datang. Jadi, hubungan prestasi
dengan kepuasan kerja menjadi suatu sistem yang terus kontiniu (berlanjut).
Bagaimanakah keadaan seorang karyawan yang
tak pernah memperoleh kepuasan kerja? Karyawan tersebut tidak akan pernah mencapai
kematangan psikologisi yang mengakibatkan frustasi. Ia akan sering melamun,
semangat kerjanya menjadi rendah, lekasi letih dan bosan, emosinya tidak
stabil, sering alpa dalam pekerjaan, menunjukan kesibukan yang tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan yang harus ia kerjakan. Tetapi karyawan yang
mengalami kepuasan kerja, biasanya hampir tidak ada absennya (hadir selalu) dan
dengan sendirinya label turn over sangat baik, dan kurangmenunjukan
keaktifannya dalam kegiatan serikat karyawan, dan kecenderungannya berprestasi
kerja lebih baik dari pada karyawan yang tidak mengalami kepuasan kerja.
Kepuasan kerja,
Perputaran Karyawan dan Absensi
Meskipun
hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor lainnya, kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan (labor
turnover) dan absensi. Pada umumnya bila kepuasan kerja meningkat, labor
turnover dan absensi menurun, atau sebaliknya. Kepuasan kerja yang lebih
rendah, biasanya akan mengakibatkan labor turnover lebih tinggi. Mereka lebih
mudah meninggalkan perusahaan dan mencari pekerjaan lain. Begitu juga mereka lebih sering alpa dalam tugas mereka, bila
tidak mendapat kepuasan kerja.
Mereka akan sering mencari-cari alasan untuk alpa dalam tugas mereka.
Perhatikan gambar di bawah ini : Hubungan
antara kepuasan kerja dengan labor turnover:
Kepuasan Kerja, Usia dan
Jenjang Pekeriaan
Pada
umumnya bahwa semakin tua usia karyawan, semakin
cenderung lebih merasa puas dalam
pekerjaan mereka, karena pengharapan-pengharapan
mereka lebih rendah serta lebih mudah untuk menyesuaikan diri terhadap
situsi dan kondisi kerja berdasarkan pengalaman. Lain halnya dengan karyawan
yang lebih muda, karna pengharapan-pengharapan yang masih tinggi atau
ambisi-ambisi yang masih tingi, mereka lebih cenderung tidak merasa kepuasan
kerja dan kurang dapat menyesuaikan diri pada situasi kerja/perusahaan. Jadi,
pada umumnya berdasarkan studi menunjukan bahwa kepuasan kerja yang tinggi
dipengaruhi oleh faktor usia. Begitu juga pengaruh jenjang pekerjaan yang lebih
tinggi, cenderung lebih merasa kepuasan kerja,karna memperoleh kompensasi lebih
baik, kondisi kerja lebih nyaman sehingga dapat mempergunakan segala kemampuan
yang dimiliki. Dapat juga dilihat sebagai contoh: Bagi karyawan yang lebih
terampil cenderung merasa kepuasan kerja lebih besar dari pada karyawan yang
kurang terampil/mahir dalam melaksanakan tugasnya. Perhatikann gambar dibawah
ini:
Besar Perusahaan dan Kepuasan Kerja
Besar suatu perusahaan akan mempengaruhi kepuasan
kerja, disebabkan beberapa faktor antara lain, pengambilan keputusan jarak jauh
dari para karyawan, komunikasi manajemen lebih jauh, hubungan antar pimpinan
dengan karyawan kurang dekat, begitu juga hubungan antar karyawan kurang intim
(kurang mengenal satu sama lain), kurang hangat persahabatan baik kelompok
maupun pribadi. Jadi, semakin besar suatu perusahaan, kepuasan kerja cenderung
turun, kecuali manajemen mengambil berbagai usaha korektif agar terdapat
koordinasi, partisipasi dan komunikasi dengan lancar. Akhirnya, karna ada
hubungan antara besar perusahaan dengan kepuasan kerja, fungsi personalia
semakin berat untuk memelihara kepuasan kerja karyawan.
Stress Karyawan
Pengertian
stress adalah suatu
ketegangan jiwa atau perasaan. Hal ini dapat disebabkan karena tidak memperoleh
kepuasan kerja, atau tidak terwujud kepuasan kerja
yang relatif lama, sehingga mempengaruhi
emosi, proses berpikir dan kondisi
fisik. Ia mudah emosi, nervous dan
merasakan kekuatiran yang kronis. Stress yang terlalu besar
dapat mengancam kemampuan seseorang
dalam menghadapi lingkungan, yaitu
tak dapat menyesuaikan diri disebabkan lekas tersinggung. Sebagai akibatnya dapat menimbulkan berbagai macam gejala stress yang
dapat mengganggu pelaksanaan kerja. Gejala gejala yang dimaksudkan menyangkut
baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Sering mudah menjadi marah dan
agresif (biasanya terjadi jika ia sedang mencoba untuk menyelesaikan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan), tidak dapat relaks atau menunjukan sikap
tidak kooperatif. Lebih lanjut akan melarikan diri kepada perbuatan tidak terpuji, antara lain mabuk (minuman
keras) atau merokok secara berlebihan. Kondisi fisik terganggu seperti masalah pencernaan dan atau tekanan darah tinggi serta sulit tidur.
Penyebab-penyebab Stress
Berbagai
macam faktor penyebab stress. Kondisi-kondisi yang menyebabkan
stress tersebut disebut stressors.
Bila seseorang mengalami
stress umumnya disebabkan perpaduan beberapa stressors
tersebut. Hampir setiap kondisi pekerjaan bisa menyebabkan stress
tergantung pada respon/reaksi orang yang bersangkutan.
Seorang karyawan lama yang sedang
mengalami stress akan lebih susah menerima prosedur kerja baru bila dibandingkan dengan karyawan baru, bahkan karyawan lama yang
mengalami stress akan menolak prosedur baru itu.
Menurut
Drs. T.
Hani Handoko mengemukakan ada dua kategori penyebab stress dalam perusahaan, yakni:
a. On-the-job (dalam
lingkungan kerja itu sendiri):
1.
Beban kerja
yang berlebihan
2.
Tekanan atau
desakan waktu
3.
Kualitas
supervisi yang jelek
4.
Iklim politis
yang tidak aman
5.
Umpan balik
tentang pelaksanaan kerja yg tdk memadai
6.
Wewenang yang
tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab
7.
Kemenduaan
peranan (role ambiguity)
8.
Frustrasi
9.
Konflik
antar pribadi dan antar kelompok
10.Perbedaan antar nilai-nilai perusahaan dan
karyawan
11.Berbagai bentuk perusahaan
Di samping itu, stress karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah yang
terjadi di luar perusahaan.
b. Off-the-job, antara lain :
1.
Kekuatiran nasalah finansial
2.
Kasalah-masalah yang bersangkutan dengan anak
3.
Masalah-masalah fisik
4.
Masalah-masalah
perkawinan (misalnya: perceraian)
5.
Perubahan-perubahan
yang terjadi di tempat tinggal
6.
Masalah-masalah
pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.
Dengan
memperhatikan katagori stress dan kondisi tersebut di atas maka manajemen terutama departemen personalia secara khusus perlu memperhatikan hal tersebut di atas
dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan personalia, konseling dan program-program
lainnya, untuk kepentingan mengurangi bahkan menghindari akan terjadinya stress
yang akan merugikan baik pihak karyawan maupun pihak perusahaan.
Memang
hubungan antara stress dengan prestasi kerja dapat di perhatikan karna dalam
stress juga dapat dialihkan/didorong agar berpotensi. Dapat dikatakan bahwa
bila tidak ada stress, tantangan-tantangan kerja pun tidak ada, dan prestasi
kerja pun menurun. Stress
dapat membantu karyawan untuk mengerahkan segala sumberdaya yang ada untuk
memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan pekerjaan. Sebagai rangsangan
sehat untuk mendorong para karyawan agar memberikan tanggapan terhadap tantangan-tantangan
pekerjaan, dengan demikian mereka memakai segala kemampuan bagaimana mengatasi
masalah-masalah/kendala-kendaladengan mempergunakan segala sumberdaya yang ada.
Bila
stress yang terlalu besar, prestasi kerja akan menurun karena mengganggu prestasi
kerja, kehilangan kemampuan mengendalikannya, tidak mampu mengambil keputusan
dan mungkin sakit tidak kuat bekerja lagi, putus asa atau keluar ataupun harus
diberhentikan, berarti menjadi kerugian kedua belah pihak.
Reaksi Terhadap
Stress
Berbeda-beda reaksi
setiap orang bila menghadapi suatu stress. Ada
orang gampang merasa sedih bila menghadapi peristiwa ringan,
ada orang bila menghadapi suatu
peristiwa kecil bahkan yang besar/serius tidak menunjukkan/merasakan susah malah merasa/menunjukkan
suasana tenang dengan beralaskan iman kepercayaannya atas kemampuannya untuk menghadapi stress
tersebut.
Reaksi
terhadap stress dapat dibedakan dua tipe orang (menurut Drs T.Hani
Handoko), sebagai berikut:
1.
Tipe A : Mereka yang agressif dan kompetitif; menetapkan standar-stardar
tinggi dan meletakksn diri di bawah
teksnan waktu yang ajeg (konstan). Masih giat dalam kegiatan olah raga yang bersifat
rekreasi dan bergiat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Mereka sering tidak menyadari
bahwa banyak tekanan yang mereka rasakan adalah lebih disebabkan oleh perbuatannya sendiri daripada
lingkungan. Karena mereka merasakan tingkat stress yang ajeg, mereka lebih cenderung
mengalami gangguan-gangguan phisik akibat stress, seperti serangan jantung, penyakit
lever dsb.
2.
Tipe B : Lebih releks dan tidak suka mengahdapi masalah atau disebut "easy going" (bersikap
tenang dan tidak suka repot-repot). Tidak senang bersaing. Mereka menerima situasi-situasi
yang ada dan bekerja di dalamnya. Releks dengan yang berkaitan dengan tekanan waktu, sehingga
mereka lebih kecil kemungkinannya untuk menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan stress.
Dari
perbedaan sikap dalam memulihkan kondisi dan situasi stress, ada orang dengan
mudah dan cepat pulih kembali, ada orang juga
bahkan banyak sulit melupakan dan melepaskan diri dari situasi yang baru
dialami (orang-orang inilah yang harus diperhatikan oleh departemen personalia).
Bagaimanakah
Usaha Departemen Personalia Kengurangi Stress:
Terutama
harus berusaha menangani atau mengidentifikasi faktor penyebabnya (stressorsnya).
Usaha untuk itu, antara lain sebagai
berikut:
a. Memindahkan
(transfer) karyawan yang bersangkutan ke pekerjaan lain
b. Mengganti
penyelia yang berbeda
c. Menyediakan
lingkungan kerja yang baru
d. Merangsang/merekayasa keabali pekerjaan, sehingga memberikan pilihan keputusan
lebih banyak dan wewenang dalam melaksanakan tanggung jawab mereka.
e. Mendesain pekerjaan, agar terdapat karyawan yang
tepat pada minatnya, dengan demikian dikurangi tekanan waktu
dan menghindari kemenduaan
peranan.
f. Komunikasi diperbaiki untuk memberikan umpan balik
pelaksanan kerja
dan partisipasi dapat ditingkatkan.
g. Program-program latihan dapat diselenggarkan untuk
mengembangkan keterampilan dan membina moral/sikap
karyawan.
h. Terakhir yang dianggap penting ialah pelayanan
konseling yang merupakan cara yang paling efektif (berdaya guna)
untuk membantu para karyawan yang menghadapi stress.
''
Program
Konseling yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Pelayanan konseling tujuannya adalah untuk membantu
karyawan untuk
memecahkan masalah-masalahnya. Konseling yang dimaksud termaksud ialah bimbingan
dan penyuluhan yang memerlukan dua orang yakni : Counselor (pembimbing) dan orang
yang dibimbing (Counselee). Pertukaran gagasan mereka menciptakan hubungan
konseling dan oleh karena itu konseling merupakan suatu kegiatan komunikasi
yang bersifat dua arah untuk dapat memahami karyawan ybs. Hasil komunikasi dalam
konseling itu diharapkan untuk mengurangi
kekuatirannya/karyawan terhadap masalah
pribadi sehingga dapat berkurang kesedihan emosionalnya. Sarana
konseling dapat dipergunakan dengan Transactional Analysis (TA) untuk
mengangkat harga diri mereka untuk mengenal pribadi. Dan mengerti latar belakang keluarga.
Untuk
melaksanakan konseling dapat dilaksanakan baik oleh para profesional maupun
bukan profesional. Baik oleh dokter perusahaan, ahli personalia,
penyelia ataupun rekannya dengan tujuan yang utama ialah untuk menolong meringankan
beban karyawan ybs. Hendeknya dilakukan bersifat rahasia agar para
karyawan merasa bebas mengemukakan berbagai masalah secara bebas.
Fungsi-fungsi Konseling
Drs.
T. Hani Handoko dalam bukunya mengemukakan fungsi-fungsi konseling yang perlu diketahui setiap
organisasi, sebagai berikut:
1. Peraberian nasehat.
Proses konseling
sering berupa pemberian nasehat kepada karyawan dengan maksud untuk mengarahkan mereka
dalam pelaksanaan serangkaian kegiatan yang diinginkan.
2. Penentraman
hati
Pengalaman konseling bisa menentramkan hati karyawan, karena mereka diyakinkan kemampuannya untuk mengerjakan serangkaian kegiatan dan terdorong untuk mencobanya.
3. Komunikasi
Konseling adalah
suatu proses komunikasi. Ini menciptakan komunikasi ke atas / ke manajer, dan Juga memberikan kesempatan kepada
pembimbing untuk menginterprestasikan masalah-masalah manajemen dan mennelaskan
berbagai pendangan kepada karyawan.
4.
Pengenduran ketegangan emosional
Orang cenderung menjadi kendur ketegangan emosionalnya bila mereka mempunyai kesempatan untuk membahaa
masalah-masalah mereka dengan orang lain.
5. Penjernihan pemikiran
Pembahasan-pembahasan
masalah-masalah secara serius dengan
orang lain akan membantu seseorang untuk berpikir lebih nernih tentang
berbagai masalah mereka.
6. Reorientasi
Reorientasi mencakup pengubahan berbagai tujuan dan nilai karyawan.
Konseling yang mendalam oleh para psikolog atau psikaterik dalam praktek sering
sangat membantu para karyawan merubah nilai—nilai mereka. Sebagai contoh, mereka lebih menyadari
keterbatasan-keterbatasan mereka.
Tipe-tipe
Konseling
Selanjutnya pengarang
yang sama mengemukakan tiga tipe konseling, sebagai berikut:
1. Directive counseling : adalah suatu proses mendengarkan masalah-masalah emosional
karyawan, memutuskan dengan karyawan
apa yang seharusnya dilakukan dan kemudian
memberitahukan kepada dan memotivasi karyawan untuk
melaksanakan hal itu.
2. Nondirective counseling : atau disebux
client-centered sebagai kebalikan dari directive counseling. Ini merupakan suatu proses mendengarkan secara penuh perhatian
dan mendorong karyawan untuk menjelaskan masalah-masalah yang menyusahkan mereka, memahaminya dan menentukan
penyelesaian-penyelesaian yang tepat. Jadi, nondirective counseling terpusat
pada karyawan bukan pada pembimbing.
3. Cooperative counseling : adalah hubungan timbal
balik antara pembimbing dan karyawan yang mengembangkan pertukaran gagasan secara kooperatif untuk membantu pemecahan
masalah-masalah karyawan. Tipe ini tidak sepenuhnya terpusat pada
karyawan dan tidak sepenuhnya terpusat pada pembimbing; tetapi mengintegrasikan berbagai gagasan, pengetahuan, pandangan dan nilai-nilai kedua partisipan dalam hubungan konseling. Oleh karena itu, cooperative counseling mengkombinasikan berbagai kebaikan kedua tipe konseling lainnya.
karyawan dan tidak sepenuhnya terpusat pada pembimbing; tetapi mengintegrasikan berbagai gagasan, pengetahuan, pandangan dan nilai-nilai kedua partisipan dalam hubungan konseling. Oleh karena itu, cooperative counseling mengkombinasikan berbagai kebaikan kedua tipe konseling lainnya.
Cooperative
counseling dimulai dengan menggunakan teknik-teknik mendengarkan seperti dalam nondirective
counseling, tetapi sejalan dengan kemajuan pembicaraan, pembimbing bisa memainkan peranan lebih aktif. Pembimbing bisa memberikan berbagai pandangan dan pengetahuan mereka tentang hal-hal yang
berkaitan dengan masaleh yang dibicarakan.
Program
konseling dapat ditawarkan kepada setiap karyawan yg dirasa sedang mengalami masalah yang mengakibatkan stress dengan tujuan membantu memecahkan masalah-masalah
mereka. Bila permasalahan menyangkut perkawinan dapat didatangkan atau dianjurkan
menghubungi lembaga masyarakat yang khusus menangani masalah tersebut. Hal
ini adalah bahwa karyawan dilayani untuk jangka panjang dalam pekerjaannya demi
tercapainya kepentingan perusahaan itu sendiri, kebutuhan karyawan dapat
terpenuhi, begitu juga kepentingan masyarakat atau pemerintah
dapat terpenuhi.
Disiplin Kerja
Disiplin kerja ini adalah suatu kegiatan manajemen
yang penting untuk menjalankan
standar organisasional. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya/tingginya rasa tanggung jewab seseorang terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Bagi orang yang mempunyai tujuan atau cita-cita dalam
hal ini dalam meniti karier akan merasa bergairah bekerja bila dilaksanakan
disiplin kerja dalam suatu perusahaan. Pada umumnya
karyawan atau manusia yang baik atau normal senantiasa merasa rela mengikuti
disiplin kerja demi tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Seorang manager atau pimpinan organisasi dapat dikatakan efektif dalam kepemimpinannya,
bila tardapat disiplin yang baik
dalam organisasi itu. Dalam disiplin itu telah tercakup peraturan-peraturan dan bila ada
pelanggaran akan mendapat hukuman sesuai yang telah digariskan dalam peraturan tersebut.
Peraturan-peraturan
itu sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi setiap karyawan untuk menciptakan
tata tertib yang baik di perusahaan yang bersangkutan. De-ngan tata tertib
karyawan yang baik, maka semangat kerja, moral kerja, efisiensi dan efektivitas
kerja karyawan akan meningkat. Maka di sinilah peranan manajemen dalam hal ini
departemen personalia untuk menyusun peraturan dengan baik serta memberikan
sanksi hukuman bagi setiap pelanggaran secara adil atau proporsional sesuai
dengan berat ringannya pelanggaran.
Diharapkan kssadaran, kesediaan yang tulus
dari setiap karyawan untuk mentaati
peraturan demi kepentingan ketiga pihak yang berkepentingan (perusahaan,
karyawan dan masyarakat).
Sanksi
hukuman diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan kedisiplinan, karena hukuman
itu bukan balas dendam, melainkan sarana untuk mendidik para karyawan/pelaku
agar mentaati peraturan dengan baik.
Begitu juga bagi karyawan yang lain yang tidak melanggar mendapat pelajaran supaya jangan melanggar peraturan (dengan melihat rekannya kena sanksi hukuman
atas pelanggaran).
Di bawah ini akan
diutarakan dua tipe kegiatan pendisiplinan, yakni :
a.
disiplin
preventif : kegiatan yang dilaksanakan untuk men-dorong karyawan mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga dapat
menghindari penyelewengan-penyelewengan atau penyimpangan. Upaya untuk
pencegahan itu sering memberikan pengumuman, penyuluhan untuk menolong
karyawan supaya berdisiplin. Diberikan alasan-alasan serta latarbelakang suatu standar dalam peraturan agar mereka memahaminya. Gontoh, "Jangan
merokokl" pada waktu jam kerja,
terangkan alasannya. Standar diberikan secara positif dan bukan negatif.
Contoh, "Jaga keamanan!" (positif). Jangan diberi secara negatif, "Jangan ceroboh !"
|
b.
disiplin korektif : adalah merupakan kegiatan
untuk mentekkel pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan dengan bertujuan untuk
mencegah pelanggaran-pelanggaran
lebih Ianjut. Disiplin korektif ini
diberikan berupa bentuk tindakan pendisiplinan (disciplinary action) ; suatu peringatan baik
secara lisan (sebaiknya diusahakan
daripada peringatan secara tertulis). Selanjutnya bila beberapa kali diperingatkan, dapat
diberikan secara skorsing. Bentuk
pendisiplinan terakhir ialah pemecatan atau disebut pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuai dengan peraturan
perburuhan. Hal ini akan diuraikan lebih lanjut dalam bab selanjutnya.
Tujuan atau sasaran pendisiplinan seyogianyalah bersifat positif (mendidik dan mengoreksi), bukan tindakan negatif ( menjatuhkan atau memojokkan karyawan walaupun bersalah). Jika bersifat
negatif atau balas dendam, bukan menolong yang bersangkutan malah menciptakan pengaruh lain yang
merugikan baik karyawan itu sendiri maupun perusahaan.
Bila masih dapat diperbaiki hendaknya diupayakan secara maksimal sesuai dengan hubungan
industrial Pancasila (HIP) dengan dasar bahwa karyawan adalah mitra kerja untuk menjalankan perusahaan. Di
sinilah peranan manajer sebagai
pemimpin perusahaan yang mempunyai kebijaksanaan yang berbeda dari setiap
bawahan. Yang merugikan dimaksud antara
lain, emosi terganggu, absensi meningkat, menimbulkan apatis (masa bodoh), fatigue (kelesuan) dan ketakutan kepada
penyelia/manajer. Akhirnya
sebelum tindakan PHK, karyawan tersebut
mendahului yaitu mengundurkan diri dan pindah kerja ke perusahaan lain. Perlu
diperhatikan, bahwa pemecatan adalah jalan terakhir setelah usaha semaksimal
mungkin. Mungkin juga dikatakan menjadi
suatu kegagalan manajemen dan departemen personalia, walaupun pandangan ini kurang realistik. Keterbatasan pihak manajemen inilah sehingga memberikan
tindakan pemecatan. Tetapi perlu diingat oleh setiap pemberi tindakan
pendisiplinan terhadap karyawan pelanggar, sebagai tujuan/sasaran, sebagai berikut:
a.
Untuk
memperbaiki si pelanggar sendiri
b. Mencegah pelanggaran selanjutnya dari pihak
karyawan lainnya
c.
Memelihara wibawa peraturan
d. Untuk memelihara berbagai standar (tetap
konsisten dan
efektif).
efektif).
e. Memelihara kestabilan kerja.
Disiplin hendaknya
dilakukan dengan peringatan seperti yang diurakan, segera, konsisten dan tidak bersifat pribadi (impersonal).
Peringatan yang dimaksudkan segera atau secepat mungkin untuk menghindari jangan sampai tersiar
lama di kalangan karyawan banyak yang menjadi perguncingan, sehingga dapat mengganggu
ketentraman kerja dan karyawan
si pelanggar sendiri merasa tersiksa menunggu-nunggu akbiat pelanggarannya. Hal
ini dapat mempengaruhi emosi, pikiran yang berakibat tidak menentu pekerjaannya. Konsisten maksudnya ialah hukuman yang telah dijatuhkan kepada yang
tardahulu apalagi atas pelanggaran yang sejenis, jarak waktu pemberian hukuman
sangat berbeda sehingga mengundang perasaan kurang adil dan tidak konsisten
pula. Begitu Juga hendaknya atas pelanggaran yang sama diberikan hukuman yang
sama pula dan juga bersifat impersonal (perasaan tidak atau senang terhadap seseorang)
tidak ada hubungannya dengan pemberian sanksi hukuman/pendisiplinan. Jadi,
tidak terjadi pen-diskriminasian dengan perkataan lain harus adil dan layak ;
jangan dipermalukan di muka umum (karyawan banyak) atau di depan karyawan lain.
Selain dua tipe kegiatan pendisiplinan tersebut di
atas, ada
lagi yang disebut “disiplin prograsif" yaitu disiplin secara bertahap/bertingkat. Pemberian sanksi hukuman yang
termaksud ialah pemberian hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran yang
berulang-ulang. Disiplin progresif tujuannya membantu karyawan untuk memperbaiki kesalahannya, sebagai contoh :
a.
Teguran secara lisan oleh pimpinan langsung/penyelia
b.
Teguran tertulis, dengan disimpannya catatan di file personalia
c.
Skorsing dari pekerjaan satu sampai tiga hari
d.
Skorsing satu minggu atau lebih lama lagi
e.
Demosi
(diturunkan pangkatnya)
f.
Meminta
izin kepada Departemen Tenaga
Kerja c.q. Kantor resor
Tenaga Keria (bila
kesalahan dianggap biasa). Tetapi
bila pelanggaran itu
besar sesuai dengan Hukum
Perburuhan RI UU No. 12
tahun 1964, dapat
meminta izin PHK langsung ke P-4 D (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Tingkat Dserah).
Hal ini akan diuraikan lebih lanjut
dalam bab selaniutnya.
Dianjurkan agar perusahaan terlebih dahulu mengupayakan
untuk mengevaluasi faktor-faktor penyebab mengapa sering terjadi pelanggaran-pelanggaran
karyawan. Indikator kedisiplinan, antara lain:
teladan penyelia, balas jasa yang layak dan adil, keadilan atas pelaksanaan
sanksi hukuman, ketegasan dalam pelaksanaan
hukuman, konsisten, jangka waktu pelaksanaan hukuman, personal/impersonal, pengawasan
melekat (waskat) dan hubungan kemanusiaan. Indikator-indikator kedisiplinan tersebut
dapat mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu perusahaan.
Diambil suatu
contoh WASKAT (pengawasan
melekat), adalah suatu tindakan nyata
dan paling efektif (berhasil guna)
untuk mewujudkan disiplin, karena dengan waskat
ini, berarti atasan/pe-nyelia
aktif dan langsung mengawasi perilaku,
moral, sikap, semangat kerja dan prestasi kerja karyawan. Penyelia harus selalu hadir di tempat
pekerjaannya, tepat waktunya (on time) serta berdisiplin menjadi panutan. Hadir supaya dapat mengawasi dan memberikan
petunjuk langsung kepada karyawan/bawahannya, jika ada meminta tolong atau bila ada kesulitan karyawan dalam pekerjaannya. Waskat yang efektif dapat merangsang
kedisplinan dan moral kerja
karyawan karena merasa memperoleh perhatian,
bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari pihak atasannya.
Dengan
dilakukannya waskat oleh penyelia secara langsung dapat mengetahui kemampuan
dan disiplin setiap karyawan, sehingga
dapat memperhatikan tindak-tanduk
(kondute) karyawan langsung secara
obyektif dapat menilai prestasi kerja yang kelak dapat meningkatkan
produktivitas kerja. Menumrt DES.Malayu Hasibuan : Waskat adalah tindakan nyata dan
efektif untuk mencegah/mengetahui kesalahan,
membetulkan kesalahan, memelihara
kedisiplinan, meningkatkan prestasi
kerja,
mengaktifkan peranan atasan dan
bawahan, menggali
sistem-sistem kerja yg paling efektif dan menciptakan sistem internal kontrol yang terbaik
dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.