Sabtu, 07 Juli 2012

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan & Etika Bisnis BAB 5, 6, 7, 8


BAB 5
AUDIT SOSIAL
(SOSIAL AUDIT)
Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
            Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
            Monitoring da evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.
            Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.
            Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
            Dalam kehdupan komunitas  atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.
            Karyawan sebagai stake holder, terdapat juga para bekas karyawan,para direksi, pemilik modal yg juga menentukan berjalannya aktivitas pranata sosial perusahaan. Kesemua stakeholder tersebut menduduki status dan peran tertentu dalam koporasi dan mempunyai hubungan fungsional satu dengan lainnya.
            Pada dasarnya suatu perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam kenyataannya menempati suatu wilayah sosial tertentu. Dan sebagai suatu bentuk organisai,korporasi tentunya mempunyai tujuan yang dapat dipahami secara bersama oleh para anggotanya dan dapat menjamin kehidupan para anggotanya dalam lingkup organisasi yang bersangkutan.
            Perusahaan sebagai bagian dari suatu komunitas dan mempunyai suatu kebudayaan tersendiri akan mempunyai sifat yang adaptif terhadap lingkungannya,baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial dan budaya yang ada disekitarnya.
Berjalannya suatu perusahaan tidak akan lepas dari segala perhitungan dan perencanaan yang mengatur pola aturan yang ada,seperti halnya pada komuitas lainnya seperti komunitas suku bangsa. Kehidupan sosial komunitas suku bangsa tersebut dalam lingkup kecil (Desa/kampung/dusun) dapat dipantau dan di monitor  oleh adat istiadatnya sesuai dengan pranata sosial yang berlaku (kekerabatan,ekonomi, teknologi, mata pencaharian dsb).  Dalam perusahaan, apa yang dikatakan sebagai proses audit sosial adalah mirip atau sama dengan cara – cara yang dipakai untuk memeriksa keuangan perusahaan yang bersangkutan.
            Sebagai sebuah organisasi,perusahaan yang mempunyai beberpa tenaga ahli dalam menyiapkan anggaran – angaran yang dikelurakan, dan begitu dengan pemerikasaan terhadap anggaran yang telah dikelurkan berkaitan dengan berjalannya organisasi yang bersangkutan seperti ahli akuntansi dan pemegang buku.
            Tenaga – tenaga ahli tersebut merupakan individu – individu yang menduduki status tertentu,status dalam hal ini adalah kumpulan hak dan kewajiban yang ada pada diri seseorang dalam satu lingkup kebudayaan . Sehingga individu tersebut harus berperan sesui dengan apa yang diisyratkan oleh kebudayaan yang mengatur status yang bersangutan.
            Sehingga pengukuran finansial sebuah organisasi akan juga dipengaruhi oleh pegawai (tenaga) dari pengukur tersebut, dan ini sangat terkait dengan sistem sosial dari pegawai yang bersangkutan. Memang pada dasarnya anggota perusahaan berasal dari anggota komunitas yang berbeda – beda kebudayaan dan sukubangsa , dan dengan bersama – bersama dengan orang lain yang berbeda kebudayaan dan sukubangsa bergabung sebagai satu komunitas perusahaan. Dalam kehidupan komunitas, sistem sosial akan terus berjalan untuk mengatur segala tingkah laku individu-individunya.
            Berkaitan dengan pelkasanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus jelas terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan seperti ;
1.      Aktivitas apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju – internal maupun ekstrnal (sasaran)
2.      Bagaimana cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian suatu tindakan  (rencana tindakan) yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disusun sebelumnya.
3.      Bagaimana mengukur dan merekam pokok – pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran yang dituju, dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut (indikator)
Ketiga bentuk aktivitas tersebut terangkai dalam suatu arena sehingga dengan demikian menjadi sangat sederhana untuk merancang prosedur bagi pemantuan aktivitas yang bersangkutan, apa yang terjadi dari hari ke hari dengan memonitor kegiatan dari hari ke hari oleh pemegang buku catatan sosial.
Sehingga dengan demikian seorang pemeriksa sosial adalah ‘teman yang mengkritik’ (idealnya oran luar) yang secara periodik memeriksa ‘buku’ dan menanyakan pertanyaan lebih mendalam untuk membantu ketentuan organisasi secara sistematis pada tingakat yang efektif dalam oprasi internalnya sebaik pada dampak eksternalnya dalam kaitannya dengan kondisi sosial budaya baik secara intern maupun ekstern korporasi. Dalam pelaksanaan aktivitas dalam organisasi atau perusahaan dapat dicatat walaupun pada dasarnya ide – ide tersebut bukan berasal dari visi dan misi dari organisasi atau perusahaan.
            Pelaksanaan auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan memgrahkan berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada, pada awalnya dia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenytaan sosial yang sedang berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
            Audit sosial ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh anggota –anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi yang bersangkutan.
            KONSEP AUDIT SOSIAL
Audit sosial pada dasarnya adalah sebuah metode untuk mengetahui keadaan sosial suatu bentuk organisasi, keadaan perwujudan dari tingkah laku anggata – anggota suatu organisasi atau perusahaan berkaitan dengan aturan yang diterapkan oleh organisasi yang bersangkutan. Konsep – konsep yang berkenaan dengan audit sosial yang telah dilakukan.
    Social Enterprise Partnership (SEP)
‘Audit sosial adalah sebuah met ode yang dilakukan berkenaan dengan sebuah organisai (perusahaan, lembga dan sebagainya), dalam merencanakan, mengatur dan mengukur aktivitas nn finansial serta untuk memantau (memonitor) konsekuensi secara eksternal dan internal sekaligus dari sebuah organisasi atau perusahaan yang bersifat komersial’.
     The New Economics Foundation (NEF)
‘Audit sosial adalah suatu proses dimana sebuah organisasi dapat menghitung untuk keadaan sosial, laporan pada danmeningkatkan keadaan sosial tersebut. Audit sosial bertujuan menilai dampak sosial yang ditimbulkan oleh organisasi dan tingkah laku anggota – anggota yang beretika dari sebuah organisasi dalam hubungannya dengan tujuan organisasi tersebut serta hubungannya dengan keseluruhan stakeholderyang terkait dengannya’. Konsep ini menggambarkan bahwa audit sosial lebih merupakan suatu penilaian dampak sosial dari adanya program atau social impact assessment.
   
The Northern Ireland Co-operative Development  Agency (NICDA)
Audit sosial adalah sebuah proses yang dapat dilakukan oleh sebuah organisasi dan agen – agennya untuk menilai dan mewujudkan keuntungan sosial mereka, keuntungan komunitas dan keuntungan lingkungan serta keterbatasannya. Sehingga audit sosial adalah sebuah cara untuk mengukur keluasan dari sebuah organisasi untukdapat hidup dalam berbagai nilai dan sasaran yang sudah disetujui untuk bekerja sama’.
            Audit sosial adalah sebuah proses dimana sebuah oganisasi atau perusahaan dapat menilai dan mendemonstrasikan segi keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungannya dan dengan segala keuntungannya. Dalam sebuah perusahaan, audit sosial secara tidak langsung merupakan metode dalam sebuah komunitas perusahaan (organisasi) untuk memantau bekerjanya kebudayaan perusahaan yang bersangkutan, apakah nilai – nilai, aturan, pengetahuan (moral) dan norma yang ada dalam perusahaan sudah diterima sebgai bagian dalam kebudayaan para karyawan, para stakeholdr luar  atau juga sasaran dari perusahaan yang bersangkutan.
            Sehingga audit sosial mencakup tidak hanya gambaran dari kondisi sosial anggota kmunitas perusahaan saja akan tetapi juga penilaian terhadap sanksi-sanksi dan juga reward yang telah diterapkan.  Audit sosial menyediakan sebuah penilaian dari dampak sebuah sasaran non financial dari sbuah organisasi melalui cara yang sistematis dan memantau secara regular pada perwujudannya dan pandangan-pandangan dari stakeholdrnya.
            Para pelaku audit sosial hiwujudkan oleh organisasi iti sendiri dan keterlibatannya diharapkan secara langsung.
            Berjalannya proses audit sosial dalam sebuah perusahaan akan tampak sebagai sebuah gerakan penilaian yang berusaha untuk menggambarkan secara deskriptif keadaan sosial sebuah perusahaan, bagaimana tingkah laku para karyawan sebagai anggota perusahaan, dan juga para stkeholdernya serta keterkaitannya dengan aturan yang melingkupinya.
            Proses audit sosial pada dasarnya hanya menyediakan waktu yang sedikit dan sangat padat, sama halnya dengan audit finasial, pelakunya mempunyai kejelasan kedudukannya yang diperoleh dari para  tokoh kuncidalam organisasi atau perusahaan, mempunyai wewenang yang diberikan oleh pimpinan perusahaan.
            Informasi audit sosial dikumpulkan melalui metode riset yang mencakup pemegang buku sosial, survey dan studi kasus.
            Pengumpulan informasi sosial dilakukan setiap waktu dan dapat dikatakan sebagai suatu proses monitoring, biasanya dilakukan selama 12 bulan.
            Audit sosial pada dasarnya dapat digunakan untuk melengkapi laporan keuangan tahunan yang dilaksanakan oleh perusahaan.
            Metodologi dari pemerikasaan sosial dapat dikemas untuk menjamin informasi dasar dan pembanding yang sudah diproduksi oleh asosiasi kominitas lokal.
            Disini dijelaskan beberapa istilah yang sering dipakai dalam melakukan audit sosial, dan istilah-istilah ini sangat terkait dengan keadaan sosial yang mengacu pada pembentukan kebudayaan dari sebuah korporasi.
      Akuntabilitas ;
Dimana sebuah organisasi mengenal dan menerima sebagai sifat kejujuran dan terbuka yang menjelaskan kepada seluruh stakeholdernya apa yang telah dilakukannya dan mengapa dilakukan.
    Aktivitas
Pekerjaan yang bersifat mendetail dalam sebuah organisasi dilakukan dalam kaitannya untuk mencapai sasaran dari organisasi.
   Jejak audit ;
Memeriksa (verifikasi) melalui panel pengungkapan kembali audit dari data-data yang ada.
   Benchmark ;
Sebuah standar luar atau titik referensi yang dihadapkan pada perwujudan yang ada.
    Data ;
Informasi yang dikumpulkan sebagai bagian dari pemegang buku sosial dan konsultasi stakeholder.
     Lingkaran dialog ;
Sebuah proses  yang terorganisasi dan terekam dari sekelmpok stakeholder yang secara bersama-sama membawa isu-isu untuk didiskusikan yang berhubungan dengan kegentingan secara proses pemeriksaan sosial.
      Kelompok fokus ;
Sebuah proses yang terorganisasi dan terekam dari sekelompok stakeholder untuk mendiskusikan isu-isu yang berkaitan dengan atau selama pemeriksaan sosial.
      Indikator ;
Informasi yang dapat dilakukan pengukuran.
      Pernyataan misi ;
Sebuah kalimat atau beberapa kalimat yang secara jelas berisi tentang penjabaran dari inti dari organisasi.
    Outcom ;
Konsekuensi dari proses suatu program, atau suatu hasil dari sebuah program yang tidak mudah diukur yang umumnya bersifat kualitatif dan umumnya akan terwujud sebagai deskripsi yang lengkap.
       Output ;
Konsekuensi dari proses berjalannya suatu program, yang mudah dan siap untuk diukur, biasanya dalam bentuk angka atau kuantitatif.
     Obyektif ;
Mendefinisikan apa yang dituju atau dicapai oleh organisasi.
      Ruang lngkup (scope) ;
Penjelasan dari cakupan yang termasuk di dalamnya suatu penilaian sosial.
      Penghitung sosial (social accontant) ;
Seseorng dalam organisasi atau berasal dari luar organisasi yang di bayar sebagai pengkoordinasi proses pemeriksaan sosial dan mempersiapkan penghitungan sosial.
        Penghitungan sosial (social accounting) ;
Suatu proses dimana organisasi mengumpulkan, menganalisis dan menginterprestasi gambar, informasi kualitatif.
        Perhitungan sosial ;
Dokumen yang disiapkan sebagai konsekuensi dari proses penghitungan sosial dan diberikan untuk diperiksa oleh panel audit sosial.
         Pemeriksaan sosial ;
Proses penggambaran kembali dan verifikasi penhitungan sosial pada akhir dari setiap lingkaran pemeriksaan sosial (pemeriksa aktual).
          Pemeriksa sosial ;
Seseorang (beberapa orang) yang ditugaskan memeriksa pada akhir dari suatu proses.
Fasilitator untuk audit sosial ;
Seseorang yang menjelaskan dan mendukung  sebuah rencana organisasi, membuat dan mengimplementasikan proses pemeriksaan sosial yang yang dilakukan oleh organisasi.
           Lingkaran audit sosial
Jangka waktu yang disetujui untuk perencanaan dan pemeriksaan sosial.
            Panel penjelasan audit sosial ;
Kelompok komunitas yang terarah yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk bekerja dengan auditor sosial dalam mereview. Pemeriksaan sosial dan mengambil tempat dalam pertemuan review.
         Buku catatan sosial ;
Diartikan oleh informasi yang rutin dikumpulkan selama setahun untuk mencatat wujud dalam kaitannya pada pernyataan sasaran sosial.
        Stakeholder ;
Orang atau kelompok yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas organisasi atau perusahaan.
         Target ;
Suatu tingkat keinginan yang dicapai dan biasanya didasari pada perencanaan yang telah disusun sebelumnya.
       Transparasi ;
Sebuah organisasi, dalam perhitungan yang terbuka dalam perhitungan sosial bahwa stakeholder mempunyai pemahaman yang baik tentang organisasinya dan tingkah lakunya yang diwujudkan dan bagaimana hal tersebut dilaksanakan.
       Triple bottom line ;
Sebuah organisasi menciptakan laporan tahunan yang mencakup finansial, lingkungan dan gambaran sosial.
       Nilai (value)
Kunci dari prinsip-prinsip yang diatur oleh beroprasinya organisasi dan yang mempengaruhi jalannya organisasi serta tingkah laku anggota-anggotanya.
      Verifikasi ;
Sebuah proses dari audit sosial dimana orang auditor dan laporan auditnya dibuat panel yang menyertakan perhitungan sosial dan informasi yang didasari pada apa yang akan dilaksanakan dan pernyataan-pernytaan yang didasari pada kompotensi serta data yang reliabel.
        Pernyataan visi ;
(sebagai pernyataan misi) sebuah kalimat atau lebih kalimat yang secara jelas dan nyata membawa inti dari organisasi tentang kesiapan serta pengrtian yang mudah diingat.

      Kertas informasi ;
Auditing sosial mengecek bahwa kita sudah berada pada jalur yang benar.
        Audit sosial ;
Adalah proses dimana sebuah organisasi dapat menaksir untuk keberadaan sosialnya, laporan pada organisasi tersebut dan mningkatkan keberadaannya.
            Perusahaan dalam komunitas harus memasukan audit sosial untuk beberapa alasan dibawah ini
·        Perusahaan tentunya punya keinginan untuk membuat dan menerapkan perusahaan untuk menyediakan pelayanan kepada komunitas dan kita ingin mengetahui bentuk apa yang kita inginkansesuai dengan pola-pola yang ada dikomunitas.
·        Perusahaan pastimempunyai keinginan untuk memberikan suatu penghargaan kepada karyawannya untuk berkaitan dengan jangka waktu pajang dalam bekerja di perusahaan yang ada.
·        Suatu perusahaan mungkin berjalan karena memberikan bantuan oleh seseorang atau lembaga donor lain dan perusahaan trsebut tentunya ingin mempertunjukan kepada pemberi dana atau donor tersebut tentang apa yang telah dicapai disamping keberlanjutannya sebagai bisnis.
·        Perusahaan mungkin punya keinginan untuk meningkatkan peranan salah seorang anggota perusahaan sebagai sebuah agen untuk perubahan sosial dalam komunitas perusahaan yang bersangkutan dan punya keinginan untuk mencari jalan baru dan ide-ide dari keluasan komunitas.
·        Perusahaan mungkin saja sudah membuat beberapa kesalahan kecil selama setahun berkaitan dengan keadaan anggota-anggota korporasi.

Model dan keuntungan Audit sosial
Sebagai penilaian perwujudan perusahaan dalam aktivitasnya di komunitas dan ini digambarkan oleh sejauh obyek-obyek sosial yang diminati termasuk di dalamnya informasi dan opini, yang menyatkan keadaan perusahaan secara keseluruhan dan bagaimana bentuk dari perusahaan itu sendiri.

Prinsip-Prinsip kunci
Secara umum prinsip kunci dari penilaian sosial  dan audit sosial adalah untuk mencapai keberlanjutan dalam rangka meningkatkan hubungan antar kenyataan sosial dan untuk menyatakan suatu penilaian.

1.      Ini harus merefleksikan pendapat-pendapat variasi komunitas yang berkaitan dengan usaha (multi perspektif)
2.      Ini harus menjelaskan seluruh aktivitas dari usaha komunitas (comprehensive).
3.      Usaha komunitas harus dapat dibandingkan setiap waktu dengan organisasi sejenis (comparative)
4.      Ini harus terjadi setiap tahun dan tidak hanya sebuah latihan saja.
5.      Penilaian sosial harus dicek oleh individu-individu yang independent (verifikasi)
6.      Penemuan dari audit sosial harus dapat disirkulasikan (disclosur)
Ada sepuluh langkah untuk mengkaitkan audit sosial dengan perusahaan sebagai berikut;
Langkah 1 ;
     Mengumpulkan informasi tentang pemeriksaan sosial dan mencari kesempatan mengapa kita harus melakukan salah satu cara yang dapat dilakukan.
Langkah 2 ;
    Jelaskan sasaran sosial dari korporasi, tuliskan dan rangkaikan seluruh hal yang sudah dilakukan yntuk mencapai sasaran.
Langkah 3 ;
    Daftarkan stakeholder yang ada dan terkait dengan perusahaan.
Langkah 4 ;
   Untuk setiap sasaran dalam korporasi  yang telah didaftar pada tahap kedua, akan dirangking secara angka.
Langkagh 5 ;
    Buat sistem pemegang buku sosial.
Langkah 6 ;
    Pada akhir tahun dilakukan pengumpulan informasi secara kulititatif dan kuantitatif.
Langkah 7 ;
     Perusahaan sudah harus merancang untuk  auditor sosial untuk memverifikasikan seluruh informasi dalam pemeriksaan sosial dan melakukan beberapa interview dengan stakeholder lainnya.
Langkah 8 ;
      Menuliskan laporan audit sosial dan kemudian melakukan suatu tindakan sebagai respon berkaitan dengan penemuan yang dapat dari laporan tersebut.

Langkah 9 ;
    Melakukan kegiatan pemantauan terhadap strategi yang diterapkan.

Langkah 10 ;
      Menuliskan segala apa yang dipantau tersebut dalam ssebuah buku catatan sosial dan hendaknya si  pencatat.
            Perangkat laporan sosial  yang dibuat seperti yang tercakup dibawah ini
·        Sebuah laporan pada hakekatnya terwujud dalam pernyataan yang saling berlawanan deangan sasaran yang tetap (bagaimana kondisi yang telahdijalankan dan apa yang dinyatakan akan dilakukan ?)
·        Penilaian dari dampak pada komunitas (dapat diukur ?  apa yang komunitas pikirkan ?) dan ini hendaknya berisi tentang data deskripsi tentng komunitas secara keseluruhan berkenaan dengan dampak yang terjadi.
·        Gambaran beberapa stakeholder pada sasaran kita dan nilai-nilai stakeholder (apakah sudah melakukan sesuatu yang benar ?  Apakah sudah berjalan pada jalan yang sesuai dengan yang dinyatakan.
·        Laporan pada bentuk perwujudan pada lingkungan tertentu dalam hal ini lingkungan hidup alam dan sosial (apakah perussahaan berda di tempat yang kritis dan dengan sumberdaya yang sangat minim, dan bagaimana kondisi komunitas sebagai lingkungan sosialnya, apakah mendukung program  atau malah berlawanan ?)
·        Laporan pada bagaimana perusahaan menerapkan kesempatan yang adil (apakah perusahaan melakukan tantangan inklusi sosial)
·        Laporan pada kebutuhan perusahaan dengan qualitas dan prosedurial yang standar (apakah perusahaan melakukan apa yang diharapkan )
















BAB 6
PENGATURAN YANG BAIK
(GOOD GOVERNANCE)

Peran Sistem Pengaturan
Pada masa kini istilah pengaturan (governance) dan pengaturan yang baik (good governance) mulai berkembang dan selalu digunakan dalam literatur mengenai pembangunan.
            Seringkali konsep pembangunan tidak memperhatikan konsep keberlanjutan, melihat faktor sumber daya alam dan lingkungan hanya ditentukan berdasarkan nilai progresifnya. Realisasi dari konsep pemerintahaan yang bijaksana ‘good  governance’ merupakan prasyarat untuk mendapatkan keseimbangan yang efektif antara lingkungan dan pembangunan.
            Prasyarat minimal untuk mencapai goog governanceadalah adanya tranparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan.
            Dalam menjalankan prinsip-prinsip good governance, terdapat tiga fokus bidang yang penting dan saling terkait dengan ekonomi, politik dan administrasi. Bidang ekonomi mencakup proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi tidak hanya kegitan ekonomi dan faktor-faktor terkait lainnya, namun hal-hal lainnya menyangkut isu keadilan, kemiskinan dan kualitas hidup.
            Salah satu isu penting tentang goog governanc yang menyatukan ketiga bidang tersebut adalah perlunya di jalankan sistem pemerintah bottom-up.
            Di indonesia, sumber daya alam masih menjadi prioritas dalam pemenuhan kebutuhan hidup dari para anggota komunitasnya, sehingga dalam hal ini pengaturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam menjadi prioritas dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup.
            Berkaitan dengan penanganan lingkungan alam, dengan good governance diharapkan dapa tercipta format politik yang dekokratis, karena hal ini merupakan prasyarat menuju demokratisasi pengelolaan sumber daya alam di indonesia.
            Konsep good gvernance juga diharapkan akan melahirkan model alternatif pembangunan yang mampu menggerakan partisipasi komunitas umum dan memberi jaminan bahwa prioritas di bidang politik, ekonomi dan sosial yang dibuat berdasarkn musyawarah bersama.

           

Pengaturan (Governance)
Pengaturan (governance) pada dasarnya sudah berjala dalam kehidupan manusia sebagai mahluk sosail, dan juga manusia sebagai mahluk alam. Pengaturan adalah sebuah proses pengambil keputusan dan proses yang oleh pengambil keputusan yang diimplementasikan, sebuah analisis dari pengaturan memfokuskan pada pelaku formal dan informal yang terlibat dalam pengambil keputusan dan mengimplementasikan keputusan yang telah diambil dan struktur secara formal dan informal yang sudah tersusun dalam sebuah tempat untuk segera dilaksanakan dan keputusan yang diimplementasikan. Pemerintah adalah salah satu pelaku dalam pengaturan, pelaku lainnya terkait dalam pengaturan yang tergantung pada tingkatan pemerintah yang kita diskusikan. Sama halnya dengan struktur pemerintahan formal sebagai salah satunya yang keputusan tersebut muncul dan diimplementasikan, pada tingkat nasional, struktur pengambilan keputusan informal, seperti “kitchen cabinet” atau penasehat informal akan tetapi eksis.
           
GOOD GOVERNANCE
Secara global, dibutuhkan apresiasi bahwa konsep  good governancelebih luas pengertiannya dari sekedar dari sebuah aturan yang berkaitan dengan administrasi dalam istilah yang konvensional. Good governance, mempunyai lebih banyak kaitannya dengan dasar-dasar etika dari pengaturan atau satu sistem pengaturan dan harus dilakukan evaluasi melalui acuan-acuan atau referensi yang mengacu pada kekhususan norma- norma dan sasaran yang mendasarinya. Good govrnance, sebagau konsep sangat mudah diadaptasikan kepada bagian-bagian komunitas seperti pemerintah, legislatif, judikatif, media massa, privat sektor, lembaga-lembaga, lembaga-lembaga swadaya komunitas ( NGO). Pengaturan yang baik (Good governance) mempunyai 8 karakteristik yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya yang mengarah pada kepentingan umum.
           
Partisipasi
Partisipasi dalam rangka good governance dapat diibaratkan keterkaitan aktif oleh kedua belah pihak, contoh kerjasama baik laki-laki maupun perempuan adalah kunci dari good governance.
 Partisipasi dalam pemerintah dapat diwujudkan melalui:
·        Partisipasi dari keuntungan yang didapat dari proyek dan kelompok-kelompok yang terpengaruh serta dapat mempengaruhi aktivitas berjalannya sebuah proyek.
·        Meningkatkan hubungan antara publik dan sektor swasta, khususnya hubungan sosial ekonomi yang bersifat menguntungkan semua pihak.
·        Memberdayakan pemerintah lokal dengan kepemilikan proyek daerah, ini terkait dengan model-model otonomi daerah yang secara umum dikuasai oleh kebudayaan sukubangsa yang mendominsi wilayah tertentu.
·        Menggunakan lembaga swadaya komunitas sebagai kendaraan atau alat untuk memobilisasi dan meraih keuntungan proyek dan juga lembaga-lembaga sosial komunitas yang sudah tumbuh di komunitas itu sendiri yang di dasari pada komunitas setempat (Community Based Organization)

Aturan Hukum
Aturan hukum mengacu pada (i) keberadaan hukum, regulasi dan kebijakan untuk mengatur komunitas, dan (ii) keadilan penerapan yang konsisten.
            Kepentingan dari sistem dasar aturan untuk perkembangan ekonomi sangat rumit dan membingungkan. Kesemuanya itu merupakan sebuah komponen yang penting dari lingkungan di dalam pelaku perencana ekonomi dan menerapkan keputusan penanaman modal. Sebagai kelanjutannya adalah secara kerangka, membantu menjamin (i) resiko bisnis dapat dinilai dan diramalkan secara rasional, (ii) transaksi biaya rendah dan (iii) campur tangan pemerintah dapat diminimalisasikan, mereka harus dapat terlibat secara dukungan untuk mengatasi resiko pertumbhan, dari pembangunan.
           
Transaksi
Transparansi mempunyai arti bahwa keputusan diambil dan dilakukan melalui aturan yang diikuti secara benar dan sangat terbuka pada hal-hal yang memang harus bersifat terbuka.
            Pengertian keterbukaan ini juga berarti bahwa informasi cukup disediakan oleh yang berwenag dan bahwa informasi ini disediakan sangat mudah diperoleh dengan aturan yang sangat sederhana dan mudah dimengerti ole semua anggota komuitas. Transparansi mengacu pada ketersediaan dari informasi untuk komunitas umum dan penjelasan tentang aturan-aturan pemerintah, regulasi, dan keputusan. Transparansi di pihak pemerintah dan penerapan kebijakan publik diturunkan ketidakpentingannya dan dapat membantu penurunan tingkat aktivitas korupsi pada pegawai-pegawai pemerintah.
           
Responsif
Dalam konteks ini good governance memberikan sifat cepat tanggap terhadap masalah hubungan sosial antar stakeholder dan juga intern perusahaan atau organisasi.
            Responsif menjadi tolok ukur terakomodasikannya kepentingan dan masalah-masalah yang dialami oleh komunitas-komunitas yang terkait. Mempertahankan sifat responsif dari suatu pengaturan dilakukan beberapa aktivitas yang mengikutinya, seperti adanya sistem sosialisai nilai yang sering dilakukan, pemeriksaan sosial (monitoring dan evaluasi serta audit sosial).
           
Berorientasi Konsensus
Terhadap beberapa pelaku dari beberapa sudut pandangdiberikan oleh komunitas. Good governance sebagai mediator dalam beberapa kepentingan yang ada dalam komunitas untuk mendapatkan sebuah kepentingan yang paling baik sebagai gambaran kepentingan komunitas secara keseluruhan dan bagaimana mencapai kepentingan tersebut.
            Good governance pada dasarnya menggabungkan beberapa kepentingan dari beberapa kelompok sosial dalam satu sistem yang bersifat adil dan tidak memihak, kaloupun ada kepemihakan adalah pada etika dari hubungan sosial antar komunitas atau pihak yang saling berhubungan sosial.
            Berkaitan dengan kondisi komunitas indonesia, maka orientasi konsensus ini menjadi sangat penting, dalam arti pengaturan harus dapat menjangkau segala kepentingan dan sifat-sifat komunitas-komunitas yang nyata-nyata berbeda satu sama lain.
           
Adil dan Bersifat Umum
Sifat adil dan bersifat umum ini tentunya berlandaskan pada etika yang dianut secara bersama sebagai sebuah komunitas yang besar, bukan berdasarkan pada salah satu kelompok sosial tentunya.
            Sifat adil dan umum berarti mengacu pada moralitas yang seimbang, dan ini hanya dapat diperoleh ketika menggunakan proses good governance dalam hubungan sosial antara satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya.
            Sebagai komunitas yang majemuk, indonesia akan senantiasa bersandarkan pada sifat-sifat ini, dan untuk itu kepekaan dalam perkembangan sosial budaya serta politik dan ekonomi dari suatu prose pengaturan akan menjadi faktor yang utama.
           
Efektif danEfisien
Konsep efisiensi dalam konteks good governance artinya mencakup keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam dan sekaligus melindungi lingkungan.
            Dengan sistem yang dapat mengolah sesuatu yang tidak berguna bagi sebuah elemen akan tetapi berguna bagi elemen lainnya dan sistem ini berjalan dengan baik tentunya dapat dikatakan sistem tersebut sebagai sistem yang efisien.
           


Pertanggung jawaban
Pertanggungjawaban adalah kunci dari good governance.
            Pegawai publik harus dapat menjawab setiap pertanyaan publik sebagai bentuk tingkah laku pemerintah dan dapat merespon pertanyaan publik pada muatan otorias yang merka peroleh dan yang mereka punya.

Commission on Human Ringhts
Dalam konteks menyamakan dasar bagi persepsi bangsa-bangsa yang berbeda maka dibentuk sebuah rangkaian bentuk-bentuk sebuah pengaturan yang baik yang selalu dianalisis ketepatannya untuk setiap bangsa di dunia dalam rangka saling berhubungan satu dengan lainnya. Konsep dari goog governance sudah diklarifikasi oleh kegiatan dari Commisionon Human Ringhts, pada resolution2000/64 komisi ini mengidentisifikasi atribut kinci dari good governance sebagai:
·        Transparansi
·        Tanggung jawab
·        Akuntabilitas
·        Partisipasi
·        Responsif (pada kebutuhan komunitas)
Dalam Deklarasi Millenium, yang diadopsi oleh konsensus, anggota dari perserikatan Bangsa-bangsa menghasilkan kesepakatan untuk menciptakan pengelolaan lingkungan- pada nasional dan tingkat global – yang saling mendukung bagi pengembangan komunitas khususnya kesejahteraan sosial dan menurunkan tingkat kemiskinan.










BAB 7
KEDUDUKAN SOSIAL PERUSAHAAN

Hubungan Perusahaan Dengan Stakeholder
Seperti dalam tulisan Rudito (2003) disebutkan bahwa ada komunitas bangsa amerika utara yang secara nilai budaya yang di anutnya lebih mementingkan perhatian yang terfokus pada perindungan hak milik pibadi.
            Model – model pendekatan dari masing – masing bangsa negara ini akan saling mempengaruhi apabila terjadi suatu bentuk hubungan antara stakeholder secara global.
            Fokuyama (1995) menyatakan bahwa peusahaan jepang dapat di pertahankan bisnisnya dan memelihara keberadaannya dengan dasar nilai budaya tentang kepercayaan (trust) dan kewajiban yang telah di anut oleh bangsa jepang.

Lintas Budaya dan Pola Hidup
Perusahaan pada dasarnya adalah suatu bentuk organisasi dengan kebudayaan yang spesifik yang hanya di miliki oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga angota – anggota korporasi tersebut yang juga anggota sebuah komunitas.
            Dalam kaitannya dengan perbedaan budaya da pola hidup yang ada sebagai lingkungan perusahaan yang bersangkutan, maka masalah akulturasi menjadi hal yang penting di perhatikan. Akulturasi atau dalam arti percampuran budaya antara satu komnitas dengan komunitas lain dapat terjadi ketika anggota komunitas melakukan interaksi sosial yang intensif.
            Penyebaran pengetahuan budaya dari satu kelompok sosial (termasuk di dalamnya perusahaan) kepada perusahaan lainya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga diffusi (Pengaruh) ini dapat menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.
            Dapat kita identifikasi bahwa dominasi pengaruh global lebih kuat dari pada budaya komunitas indonesia itu sendiri.
            Penggunaan budaya dominan akan semakin sering kita akulturasi budaya terus berjalan dengan baik, kekuatan pengaruh budaya semakin dapat menjadikan budaya yang dominan sebagai acuan untuk bertindak dan bertingkah laku.
            Lintas budaya menjadi suatu proses yang umum terjadi, hal ini karena komunikasi sangat mudah terjangkau, dan interaksi antar kelompok yang berbeda sangat mudah terjadi.
            Oleh karena itu segala kegiatan yang menjadi dasar bagi aktivitas perusahaan yang mengandung proses lintas budaya.
            Perbedaan pola hidup akan menjadi suatu hambatan bagi berjalannya korporasi, masalah – masalah intern pegawai atau anggota korporasi dapat juga menjadi kendala.
            Biasanya pegawai yang berasal dari penduduk lokal sering diidentikan dengan orng yang malas – malas , tidak mau maju, dsb. Memungkinkan perlunya suatu usaha untuk melakukan monitoring, evaluasi dan audit sosial terhadap berjalannya korporasi yang di lakukan oleh orang tertntu yang memang berkeahlian di bidang tersebut.
            Dalam interaksi sosial akan muncul di dalamnya identitas yang mencirikan golongan sosial dari individu yang bersangkutan berupa atribut – atribut/ciri – ciri, tanda, gaya bicara yang membedakan dengan atribut dari sukubangsa.
            Hubungan antar sukubangsa yang ada dalam wilayah cenderung mengarah pada penguasaan, maka akan muncul stereotype, prejudice, dan stigma sosial,
a.       Stereotype adalah anggapan satu golongan terhadap golongan lainnya  dan biasanya anggapan ini berkaitan dengan keburukan – keburukan kelompok lain.
b.      Prejudice merupakan prasangka dari golongan satu terhadap golongan lainnya
c.       Stigma adalah  suatu penilaian dari  satu golongan terhadap golongan lainnya untuk ber hati – hati dan kalau  bisa tidak berhubungan dengan golongan lain tersebut.
Stereotype, prejudice dan stigma social muncul karena pengalaman seorang individu dari golongan satu terhadap golongan lainnya dan kemudian individu tersebut mengabarkan pengalamannya tersebut.
            Akibat dari pengetahuan tentang sukubangsa lain  dari golongan social lain  akan di pakai sebagai referensi dalam pengetahuan budayanya untuk beradaptasi dengan dengan suku bangsa lain.
           





                                                            




BAB 8
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
(Corporate social Responsibility)

Mengapa Perusahaan harus Bertanggung Jawab?
Dlam perkembangan industry di dunia, negara – negara utara ternyata lebih maju dalam percepatan kemakmuran dari komunitasnya dan ini sangat di rasakan oleh negara – negara selatan yang notabene adalah negara – negara penghasil. Kemudian ditelaah bahwa terjadi trickle-down effect  yang artinya bahwa hasil – hasil pembangunan bagi negara – negara selatan lebih banyak di nikmati oleh beberapa gelintir orang  dari kelas – kelas tertentu saja sehingga lebih banyak menyengsarakan sebagian besar individu dari komunitas kelas di bawahnya.
                                                             Dalam pertemuan di Rio de Janeiro di rumuskan adanya pembangunan yang berkelanjutan yang mencakup keberlanjutan ekonomi dan keber lanjutan lingkungan.
            Dalam pertemuan Yohannesburg mengisyaratkan adanya suatu visi yang sama yaitu di munculkan konsep social sustainability, yang mengaringi dua aspek sebelumnya (economic dan environment sustainability)
            Ketiga aspek ini menjadi patokan bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility).
            Dalam kenyataan, masih banyak terdapat kesimpangsiuran terdapat kesimpangsiuran dari penerapan ketiga konsep tersebut dan bahkan cenderung saling tumpang tindih dan bertolak belakang. Maksudnya adalah ketika menerapkan kebijakan ekonomi dan lingkungan akan tergantung pada kebijakan social dari kelompok tertentu, sehingga tampak adanya ketidak serasian antara negara satu dengan negara lainnya dalam menerapkan kebijakan tersebut dan bahkan antara komunitas satu dengan komunitas lainnya dalam satu negara mengalami perbedaan pemahaman, sehinnga di perlukan adanya kerja sama antar stakeholder.
            Pembangunan yang berkelanjutan, yang artinya memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengusahan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan bagi generasi selanjutnya.
            Masalahnya adalah dalam penerapan ketiga aspek pembangunan berkelanjutan memang secara teoritis dapat “Mengeram” kerusakan lingkungan dengan adanya aspek social sustainability.
            Sustainable development menjadi di anggap sesuatu yang maya atau utopia atau sesuatu yang bersifat teori saja tanpa dapat di implementasikan. Ini semua di sebabkan karena terabaikannya aspek yang mendasar yaitu manusia (Human) dan komunitas (People).
Dalam World Summit yang lalu, yang di pokuskan adalah kemiskinan (Koperti), tetapi tidak melihat pada akar permasalahannya karena di bahas melalui pendekatan makro dan bukan mikro.
            Sustainable development tidak akan berjalan denga baik apabila tidak memperhatikan aspek kemanusiaannya (Human) dalam konsep sustainable future ini selain dari ketiga aspek (Ekonomi, Sosial dan Lingkungan) di perlukan satu aspek internal yaitu aspek keberlanjutan manusia (Human Sustainability) dalam human sustainability yang di maksud adalah peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan yang terangkum dalam tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional dan intelektual.
            Keberlanjutan dalam bidag ekonomi, lingkungan dan sosial dapat di lakukan oleh korporsi yang mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate social Responsibility) Corporate social responsibility dapat di pahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas (Sankat, Clemen K, 2002). Pengertian ini sama dengan apa yang telah di telorkan oleh The World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) yaitu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga, karyawan tersebut, berikut komunitas – komunitas tempat (Lokal) dan komunitas secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
            Secara umum Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan kualitas kehidupan mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan – perubahan yang ada sekaligus memelihara.
            Konsep Corpotare Social Responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumber daya komunitas, juga komunitas tempat (Lokal) kemitraan ini, tidaklah bersifat pasif dan statif. Kemitraan ini merupakan taggung jawab bersama secara sosial antar stakeholder. Konsep kedermawanan perusahaan atau (Corpotare Philanthtopy) dalam tanggung jawab sosial tidak lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya.
            Pengeluaran yang di lakukan oleh perusahaa untuk pembangunan komunitas sekitarnya terkadang hanya bersifat formasilme/adhoc tanpa di landasi semangat untuk memandirikan komunitas.
            Menurut The World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) di nyatakan bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja denga para karyawan perusahaan, keluarga karyawa tersebut, berikut komunitas – komunitas tempat (Lokal) dan komunitas secaara berkeseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
            Kegiatan program yang di lakukan oleh perusahaan dalam konteks tanggung jawab sosialnya dapat di katagorisasi dalam tiga bentuk:
1.      Public Relations
Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang di lakukan oleh perushaan.
 Contoh dalam koteks Public Relations adalah program “Couse Related Marketing” yang di jalankan oleh sebuah perusahaan pakaian.
2.      Stategi Defensif
Usaha yang di lakukan oleh perusahaan guna menangkis tanggapan negatif komunitas luas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perushaan terhadap karyawannya, dan biasanya untuk melawan “Serangan” negatif dari anggapan komunitas atau komunitas yang sudah terlanjur berkembang.
Contoh kajian Pricewaterhouse Cooper tentang program CSR, di temukan bahwa sejumlah perusahaan menjalankan CSR karena ingin menghindari konsekuensi negatif dari publisitas yang buruk.
3.      Keinginan Tulus Untuk Melakukan Kegiatan Yang Baik yang Benar – benar berasal dari visi perusahaan itu.
Melakukan program untuk kebutuhan komunitas atau komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil perusahaan itu sendiri.
Contoh seperti tindakan perusahaan sepatu dengan memberikan obat – obatan kepada mereka yang membutuhkan.

Bentuk Komunitas Di Indonesia
Indonesia bila di lihat secara ras, maka terdiri dari dua ras besar yaitu ras Melayu dan ras Melanesia yang merupakan ras asli yang tumbuh dan berkembang di tempat aslinya
            Selain dari  dua ras besar yang berbeda ini, komunitas Indonesia juga terdiri dari berbagai sukubangsa dengan ciri – ciri kedaerahan yang khas yang kadang – kadang bertentangan satu dengan yang lainnya.
            Nama – nama sukubangsa yang disebutkan disini tersebut tentunya bukan tidak mungkin akan bertemu atau berakulturasi dengan perusahaan yang berusaha atau beraktivitas di daerahnya masng – masing.
            Pada dasarnya keseluruhan sukubangsa yang ada di indonesia ini belum dapat di identifikasi, hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa tidak seluruh daerah di indonesia dapat di jangkau transportasi dan komunikasi.
            Secara garis besar, Komunitas di indonesia dapat di bagi menjadi dua bentuk, yaitu komunitas elite nasional termasuk juga yang duduk di pemerintahan (government society), dan komunitas rakyat (people society) yang tercermin dari kedudukan mereka yang secara ke daerahan yang tidak terkait lagsung dengan elite pemerintahan dan bahkan adakomunitas dengan secara langsung masuk dalam sstem pemerintahan nasional (komunitas – komunitas yang tinggal di daerah pedalaman).
            Dua oposisi vertikal ini juga mempunyai dua kekuatanyang berbeda, pemerintah menduduki status penguasa dalam komunias dengan kemampuan (power) mendominasi aturan politik, ekonomi.
            Dalamkomunitas seperti di indonesia rakyat diidentifikasikan sebagai sukubangsa dan golongan sosial sebagai segmen dari komunitas yang disatukan oleh sistem politik sebagai sebuah komunitas bangsa.
            Bagi anggota komunitas biasa, bila ingin menjadi komunitas elite dapat di tempuh dengan cara melalui sarana pendidikan, politik atau ekonomi.
            Dalam komunitas elite, aturan – aturan, nilai dan norma yang di pakai dalam mengatur tindakan para individunya bersumber dari kebudayaan nasional yang bersifat formal, sehingga perwujudannyapun akan berada pada arena – arena formal, seperti pada umumnya terdapat di kantor pemerintah, di sekolah, lembaga pendidikan swasta ataupun nasional. Kemunculan dari tindakan – tindakan yang bersumber dari kebudayaan masing – masing pada umumnya terdapat di keluarga, tempat umum dan arena informal lainnya.
            Bentuk komunitas di indonesia dapat di klasifikasika secara umum sesuai dengan aturan adatnya masing – masing. Pola kehidupan tersebut terbagi dalam bentuk pedesaan dan perkotaan.
            Kedua bentuk tersebut terbagi lagi ke dalam beberapa bagian dalam pemenuhan kebutuhan makanan Seperti;
1.      Komunitas yang mempunyai mata pencaharian berburu binatang.
2.      Komunitas yang berladang dengan sistem ladang berpindah mengikuti perkembangan kesubura tanah.
3.      Komunitas nelayan dengan tempat tinggal yang menetap.
4.      Komunitas berladang menetap.
5.      Komunitas dengan sistem mata pencaharian bertani dengan irigasi.
6.      Komunitas industri dan komunitas pasca industri.

Masing – masing pola kehidupan ini diikuti oleh pola – pola bertindak yang sangat berbeda satu dengan lainnya, dalam arti mempunyai kebudayaan yang berbeda – beda sebagai pola pengetahuan, nilai atura dan norma yang di pakai untuk memahami lingkungan dan di pakai untuk mewujudkan tingkah laku (suparlan, 1982).
Rakyat pada dasarnya mempunyai akses terhadap sumberdaya yang ada dengan cara yang tradisional dan biasanya di kuatkan dengan mitologi tertentu yang bersumber dari kebudayaan kesukubangsaan pada rakyat yang berbentuk komunitas homogen; sedangkan pada pemerintah, akses kesenambungannya dengan rangkaian peraturan lainnya.
Komunitas indonesia yang berciri majemuk dengan semboya bhineka tunggal ika yang berarti berbeda – beda tapi satu jua, pada masa pemerintahan orde baru lebih menekankan pada segala bentuk aturan penyatuan dengan motor penyatuan adalah tentara.
      Akibat dari penyatuan persepsi ini mengakibatkan beberapa komunitas sukubangsa mengalammi imbasnya yang antara lain mulai terkikisnya nilai – nilai budaya tradisional yang sudah ada dan di pakai sebagai acuan selama itu di ganti dengan nilai nasional atau kebudayaan dominan di daerah tersebut.
Dengan adanya perubahan orientasi sosial politik negara, menyebabkan munculnya kembali apresiasi rakyat yang berbagi – bagi dalam wilayah sukubangsaan dalam usaha menciptakan kembali akses mereka terhadap sumber daya yang ada di wilayah kesukubangsaannya.
Politik Tingkat Lokal
Bila berbicara tentang politik tingkat lokal yang berakar da bersumber dari komunitas, maka dalam komunitas yang majemuk seperti indonesia ini tidak bisa meninggalkan apa yang disebut sebagai politik nasional atau pemerintah  tentang politik tingkat lokal yang berakar da bersumber dari komunitas, maka dalam komunitas yang majemuk seperti indonesia ini tidak bisa meninggalkan apa yang disebut sebagai politik nasional atau pemerintah yang pada dasarnya mendominasi aturan – aturan komunitas secara keseluruha.
Komunitas indonesia adalah komunitas yang majemuk yang dominasi aturannya dipegang oleh pemerintah dengan berdasar pada falsafat negara serta UUD 1945.
Larangan atau pantangan akan mendapatkan ganjaran atau sanksi berupa kejadian fisik yang bukan oleh manusia, jadi bisa oleh gejala alam seperti sakit, meninggal atau gempa bumi. Ciri politik yang terdapat dalam komunitas majemuk ini adalah persaingan dan pertentangan antara sistem nasional atau kepentingan pemerintah dan sistem lokal sukubangsa atau kepentingan sukubangsa (Suparlan dalam Rudito, 2003).
Hubungan antara pemerintah dan komunitas – komunitas sukubangsa bisa berupa pertentangan, persaingan, kerjasama, ketergantungan terhadap perbuatan sumber daya yang nyata – nyata di kuasai oleh kepentingan kesukubangsaan yang mendominasi wilayah – wilayah.
Pertentanga kedua bentuk aturan ini (Nasional dan sukubangsa) pada dasarnya berkenaan dengan kebudayaan yang di pakai sebagai dasar penentuannya.
Jatidiri sukubangsa mempunyai landasan dalam sistem pengategorisasian yang ada dalam setiap kebudayaan yaitu berkenaan dengan penggolongan dirinya dan dan penggolongan orang lain.
Hubungan antar golongan yang ada, maka akan muncul stereotype, prejudice, dan juga stigma sosial. Stereotype yang di maksud adalah anggapan satu golongan terhadap golongan lainnya, sedangkan prejudice merupakan prasangka dari suatui golongan terhadap golongan lainnya sedangkan stigma adalah suatu penilaian dari satu golongan terhadap golongan lainnya untuk berhati – hati dan kalau bisa tidak berhubungan dengan golongan lain tersebut.
Hunbungan sosial antar individu dengan kekuatan atau kemampuan yang berbeda dapat menyebabkan munculnya patron – klien diantara individu yang berinteraksi tersebut yang biasanya berasal dari strata yang berbeda dengan arena yang sama.
Jatidiri dan strategi di perlukan dalam beradaptasi pada masing – masing daerah, baik terhadap sistem politiknya maupun terhadap komunitas – komunitas lokal yang ada.
Komunitas Indonesia dan Etika Bisnis
Indonesia memerukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dai bentuknya, komunitas indonesia komunitas elite an komunitas rakyat
Bentuk – bentuk pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu sampai dengan industri jasa.
Dalam suatu kenyataan di komunitas indonesia pernah terjadi mala petaka kelaparan di daerah Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaaan cuaca yang kemarau tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini, kondisi ini mendorong pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu komunitas tersebut.
Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elite dan perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka di tuntut bagi perusahaan untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder di luar perusahaannya seperti komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Seorang teman Arif Budimanta mensitir kata – kata sukarno presiden pertama indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan pengelolaan sumber daya alam Indonesia kepada pihak asng sebelum orang Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka tidak akan mungkin wilayah Indonesia di serahkan kepada asing (pengelolaannya).
Jati diri bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku secara umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh  sebagai sebuah kekuatan bangsa.
Community Development
Community development adalah kegiatan pembangunan komunitas yang di lakukan secaa sistematis, terrencana dan di arahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila di bandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya (Budimanta 2002). Secara hakekat, community development merupakan suatu proses adaftasi sosial budaya yang di lakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap kehidupan komunitas lokal (Rudito 2003).
Prinsip dasar pembangunan komunitas yang bersumber dari dunia usaha dan pemerintah pada dasarnya masih memandang komunitas lokal termasuk di dalamnya komunitas asli, sebagai obyek yang harus di perhatikan atau dirubah agar dapat setara kehidupannya dengan komunitas lainnya dan mandiri.
Secara umum ruang lingkup program – program community development dapat di bagi berdasarkan tiga katagori yang secara keseluruhan akan bergerak bersama – sama yaitu
1.      Community Relation adalah kegiatan – kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait.
Katagori ini program lebih cenderung mengarah pada bentuk kedermawanan.
2.      Community services merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan komunitas ataupun kepentingan umum. Hal ini berkaitan untuk menggali kebutuha yang muncul di komunitas dengan cara mengidentifikasikan sifat – sifat dari komunitas itu sendiri.
3.      Community Empowering adalah program – program yang berkaitan dengan memberikan akses yang lebih luas kepada komunitas untuk menunjang kemandiriannya
Kaitannya dengan tanggung jawab sosial perusahaan dan yang di wujudkan dalam bentukpembangunan komunitas maka perlunya suatu rancangan serta pemantauan yang pada dasarnya tercakup dalam program pembangunan komunitas itu sendiri yang berupa audit sosial.
Partisipasi sebagai hasil sebuah program penerapan baik yang di lakukan oleh pemerintah maupun perusahaan dalam bentuk ini menyangkut;
a.       Pasif, yaitu bentuk partisipasi yang tidak menuntut respon partisipan untuk terlibat banyak.
b.      Terapi (therapy). Partisipasi yang melibatkan anggota komunitas lokal.
c.       Konsultasi (consultation). Bentuk partisipasi dimana anggota komunitas diberikan pendampingan dan konsultasi oleh semua pihak.
d.      Penenagan (placation), suatu bentuk partisipasi dengan materi, artinya anggota komunitas diberikan insentif tertentu.
e.       Kerjasama (partnership), partisipasi fungsional dimana semua pihak mewujudkan keputusan bersama (antar perusahaan, pemerintah dan komunitas).
f.        Pendelegasian Wewenang (delegated power), suatu bentuk partisipasi yang aktif, dimana anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi dan monitoring.